Terjemah Baiquniyyah Bab 1 | Hadits Shahih
Terjemah Baiquniyyah Bab 1 | Hadits Shahih
اَوَّلُهَا الصَّحِيْحُ وَهْوَ مَا اتَّصَلَ اِسْنَادُهُ وَلَمْ يَسُذَّ اَوْ يُعَلْ.
Yang pertama hadits shahih yaitu yang sanadnya bersambung tanpa adanya syadz dan illat.
يَرْوِيْهِ عَدْلٌ ضَايِطٌ عَنْ مِثْلِهِ مُعْتَمَدٌ فِي ضَبْطِهِ وَنَقْلِهِ.
Yang diriwayatkan dari perawi adil dan dhabit dari yang semisalnya yang diakui kedhabitannya dan penukilannya.
Meskipun banyaknya istilah hadits pada dasarnya hanya ada tiga yaitu shahih, hasan, dan dhaif, sebagaimana yang disampaikan Al-Khaththabi.
Shahih secara bahasa artinya sehat lawan sakit, atau terbebas dari aib dan keraguan. Secara istilah, didefinisikan Nazhim sebagai hadits yang terpenuhi 5 syarat:
1. Sanadnya bersambung (اتصال السند )
Ini berdasarkan nazhim: (اتصال السند ). Maksudnya, dari satu perawi ke perawi berikutnya benar benar mendengar yang ada di atasnya bersambung hingga kepada pengucapnya.
2. Para perawinya adil ( عدالة الرواة )
Ini diambil dari ucapan Nazhim: ( عدالة الرواة ). Maksud ( عدالة ) adalah sebuah sifat yang mendorongnya senantiasa bertaqwa sehingga bersegera dalam ketaatan, menjauhi dosa besar, dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil. Taqwa dan rasa takutnya kepada Allah ini menjadikannya tidak khianat dalam periwayatan baik berdusta, menambah, mengurangi, atau lainnya. Imam Asy-Syafi’i mendefinisikannya:
العَدْلَ: العَامِلُ بِطَاعَتِةِ, فَمَنْ رَأَوْهُ عَامِلًا بِهَا كَانَ عَدْلًا وَمَنْ عَمِلَ بِخِلَافِهَا كَانَ خِلَافَ الْعَدْلِ.
Adil adalah orang yang mengerjakan ketaatan-Nya. Siapa melihat orang itu melakukannya berarti orang itu adil, tetapi siapa yang melakukan kebalikannya berarti dia menyelisihi adil. (Ar-Risalah I/34 oleh Asy-Syafi’i).
Ucapan siapa melihat orang itu melakukan ketaatan berarti orang itu adil menunjukkan bahwa yang dijadikan ukuran muhadditsin dalam menilai perawi adalah zhahirnya, meskipun apa yang ditampakkan terkadang berbeda dengan apa yang disembunyikan. Seolah olah Asy-Syafi’i berpendapat “kami menilai keshahihan perawi berdasarkan apa yang nampak bagi kami dan kabar yang sampai kepada kami, adapun hati itu bukan urusan kami dan kami serahkan sepenuhnya kepada Allah”. Muhadditsin berkata “Kami menghukumi berdasarkan zhahirnya”.
3. Para perawinya dhabit sempurna ( الرواة تمام الضبط ضبط )
Secara bahasa Dhabit artinya kuat, terjaga, teliti, dan cermat. Yang dimaksud disini adalah kuat dan terjaganya periwayatan perawi baik dalam hafalan maupun kitab. Untuk itu, dhabit dibagi dua:
a. Kuat hafalan ( ضبط صدر ), yaitu seorang perawi memiliki hafalan yang kuat dan akurat sehingga dia bisa menghadirkan kapanpun dia mau meski tanpa membawa kitab.
b. Terjaganya kitab ( ضبت كتاب ), yaitu seorang perawi meriwayatkan haditsnya lewat kitabnya yang terjaga dimana kitabnya telah dikoreksi gurunya atau sama persis dengan periwayatan gurunya dan terhindar dari penambahan atau pengurangan yang bukan dari aslinya.
Dengan sifat Dhabit ini, perawi akan terhindar dari kesalahan periwayatan tanpa kesengajaan karena kuat dan akurat hafalannya yang sempurna. Ini yang membedakan dengan hadits hasan dimana kedhabitan perawinya hasan di bawah perawi shahih, misalnya agak kuat dan kadang salah.
4. Terbebas dari syadz ( عدم الشذوذ )
Secara bahasa syadz artinya menyelisihi. Maksudnya disini, perawi tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya baik karena hafalan maupun jumlah. Contohnya menyusul pada pembahasan hadits Syadz.

5. Terbebas dari illat ( عدم العلة )
Secara bahasa illat artinya penyakit atau cacat, tepatnya penyakit atau cacat tersembunyi, maksudnya disini hadits yang memiliki cacat tersembunyi atau samar sehingga yang nampak adalah shahih. Cacat tersembunyi ini hanya diketahui oleh pakar hadits yang mendalam seperti Abu Hatim Ar-Razi, Abu Zur’ah Ar-Razi, Ali Ibnul Madini, Yahya bin Ma’in, Al-bukhari, Muslim dan yang semisalnya. Contohnya menyusuk pada pembahasan hadits Mu’allal.
Kesimpulan
Jika salah satu syarat ini tidak ada, maka hadits tersebut tidak dihukumi shahih. Jika berhubungan dengan kelemahan dhabit yang ringan, turun ke hasan. Jika tidak, maka dipastikan dhaif (lemah) atau mardud (tertolak).
Contoh hadits shahih adalah semua hadits yang tercantum di kitab shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dimana kedua imam hadits ini mensyaratkan kriteria shahih dalam kitab mereka ini.
Shahih terbagi menjadi dua: shahih lidzatih yang sedang kitab bahas dan shahih li ghairih, yaitu hadits hasan yang terangkat keshahihannya karena adanya syahid atau mutaba’ah (hadits dari jaliur lain sehingga menguatkan hadits hasan tersebut menjadi shahih).