Pengertian Muhkamat Dan Mutasyabihat
Pengertian Muhkamat Dan Mutasyabihat
“Al-Qur’an memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas, ayat-ayatnya selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak penah pasti, dan menolak interpretasi tunggal.” (Muhammad Arkoun).
Tidaklah berlebihan kiranya yang disampaikan Arkoun untuk menggambarkan sumber ajaran Al-Qur’an, sebab sepanjang zaman Al-Qur’an selalu mengalami perkembangan penafsiran baru. Selalu munculnya penafsiran baru tidak terelakkan ketika Al-Qur’an sendiri menyodorkan berbagai jenis lafadz dimana sebagian maknanya sangat jelas (muhkamat) dan sebagian maknanya sangat simpang siur dan tidak jelas (mutasyabihat). Yang sering menimbulkan kontroversi, sepanjang sejarah penafsiran Al-Qur’an adalah karena perbedaan interpretasi antara ulama mengenai hakikat muhkamat dan mutasyabihat.
Pengertian Muhkamat
Menurut bahasa muhkamat adalah lafadz yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk dialihkan ke makna lain, ia tidak menerima ta’wil, takhsis, dan nasikh. Sedangkan menurut istilah adalah lafadz yang maksudnya dapat diketahui secara gamblang, rasional, tidak memerlukan keterangan lain, dimana mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidh, dan semua yang wajib diamalkan.
Muhkamat dibedakan menjadi dua macam, yaitu muhkamat lidzatihi yaitu muhkamat yang semata mata karena arti yang ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan seperti dalam surat Al-Isra’ ayat 23. Dan muhkamat lighairihi yaitu muhkamat karena disertai lafadz lain yang menunjukkan atas keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat dimansukhkan seperti dalam surat An-Nur ayat 4.
Dari perbedaan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan lafadz muhkamat adalah lafadz yang maknanya super jelas, sudah jelas maksudnya, walaupun tanpa dijelaskan dengan dalil-dalil yang lain. Contohnya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْ رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21).
Pengertian Mutasyabihat
Mutasyabihat adalah lafadz yang maknanya samar, diragukan, simpang siur, belum jelas maksudnya, mempunyai banyak kemungkinan ta’wil, dan hanya Allah saja yang mengetahui maknanya yang pasti. Contohnya
Surat An-Nisa’ ayat 78 dan surat An-Nisa ayat 79 berpotensi menibulkan anggapan bahwa Al-Qur’an saling bertentangan:
وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُوْلُوْا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ الله. وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُوْلُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللهِ.
“Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “semuanya (datang) dari sisi Allah”. (QS. An-Nisa’: 78).
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسَكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلَا.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QD An-Nisa’: 79).
Surat Thaha ayat 5 memberi peluang anggapan bahwa Allah Swt bagaikan seorang raja yang sedang duduk di kursi singgasana:

اَلرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى.
“Tuhan yang bersifat dengan Rahman bersemayam di singgasana.” (QS. Thaha: 5).
Firman Allah ini memberikan peluang pemahaman bahwa jumlah Allah sebanyak jumlah manusia yang masing masing manusia akan ditemani satu Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ.
“Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada.” (QS. Al-Hadid: 4)
Baca juga: Perbedaan Sunni, Syi’ah, Wahabi, Khawarij, Salafi, HTI
Ayat ayat awal surat (Fawatih As-Suwar) berikut tidak ada satupun yang dapat mengerti maknanya selain Allah Swt: Al-Baqarah, Ali-Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Luqman, dan As-Sajadah: (الم ), al-A’raf: (المص), Yunus, Hus, yusuf, Ibrahim, Al-Hijr, Ar-Ra’d: ( الر), Maryam: ( كهيعص), Thaha: (طه ), Asy-Syu’ara, Al-Qashash: (طسم ), An-Naml: (طس ), Yasin: (يس ), Shad: ( ص).