Dalil Tradisi Tingkeban (Adat Jawa)

Dalil Tradisi Tingkeban (Adat Jawa)

Tingkeban berasal dari kata tingkeb atau tangkeb atau tangkub yang mempunyai arti lengkap, sempurna. Yang mana lengkap atau sempurna tersebut diimbangi dengan istilah kudup atau terkungkup. Tingkeban merupakan tradisi umat islam yang ada di Indonesia, yang biasanya dilakukan pada saat ada kehamilan yang sudah mencapai antara 4 sampai 7 bulan, namun umumnya dikalangan masyarakat tradisi tingkeban ini  dilakukan di 7 bulan kehamilan. Tradisi tingkeban turun temurun dari nenek moyang hingga ke anak anaknya sampai di zaman sekarang ini, bisa kita lihat di sekitar kita, bahkan keluarga kita sendiri, disaat ada kehamilan yang sudah mencapai usia 7 bulan, pasti mengadakan tradisi tingkeban tersebut.

Nama tingkeban dalam tradisi kehamilan ini diambil dari makna yang terkandung di dalamnya yaitu lengkap atau sempurna. Makna lengkap atau sempurna tersebut di sandarkan kepada bayi yang berada di dalam kandungan yang sudah mencapai usia 7 bulan tersebut. Dari makna itulah muncul nama tradisi tingkeban yang mana memaknakan tradisi untuk mensyukuri telah sampainya umur bayi dalam kandungan yang mencapai usia 7 bulan, dimana ketika bayi sudah berumur 7 bulan di kandungan, semua anggota badannya sudah lengkap, mulai dari tangan, kaki, jari jemari, telinga dan lainnya. Kelengkapan, kesempurnaan anggota tubuh bayi dalam kandungan inilah yang kemudia di istilahkan dengan sebutan tangkep (bahasa jawa kuno) yang berarti lengkap yang kemudian menjadi nama dari tradisi tingkeban tersebut.

Tradisi tingkeban ini ada sebagai wujud dari rasa syukur kepada Allah atas karunia dan kuasa-Nya yang telah menghidupkan seorang bayi dari setetes mani (sperma) menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, yang kemudian mulai membentuk wujud sebagai bayi manusia yang disertai tangan, kaki, telinga, jari jemari dan lainnya. Ekspresi wujud rasa syukur tersebut sampai saat ini masih indah turun temurun hingga anak cucu dan menjadi salah satu tradisi yang sangat mulia.

Tradisi tingkeban tersebut diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad Saw:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: اِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ اُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً, ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ يُرْسَلُ اِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ, وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ, وَأَجَلِهِ, وَعَمَلِهِ, وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهُ الَّذِيْ لَا اِلَهَ غَيْرُهُ اِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا, وَاِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَايَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا اِلَّا ذِرَاعُ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا.

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, dia berkata: Rasulallah Saw telah bercerita kepada kami, dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan: Sesungguhnya salah seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari berwujud nutfah (mani), kemudian menjadi ‘alaqah (gumpalan darah) selama itu juga (40 hari), kemudian menjadi mudghah (gumpalan daging) selama itu juga (40 hari). Kemudian diutus seorang malaikat, lalu dia meniupkan ruh kepadanya, dan dia (malaikat tadi) diperintah untuk menulis 4 kalimat (perkara): tentang rezekinya, amalannya, ajalnya dan (apakah) dia termasuk orang yang sengsara atau bahagia. Demi Allah, Dzat yang tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian, benar benar beramal dengan amalan penduduk jannah (surga) sehingga jarak antara dia dengan jannah itu tinggal sehasta. Namun dia didahului oleh al-kitab (catatan takdirnya) sehingga dia beramal dengan amalan penduduk neraka, maka diapun masuk kedalamnya. Dan sungguh, salah seorang dari kalian beramal dengan amalan penduduk neraka hingga jarak antara dia dengan neraka tinggal satu hasta, namun dia didahului oleh catatan takdir, sehingga dia beramal dengan amalan penduduk jannah, maka dia masuk ke dalamnya. (HR. Bukhari No: 3208, 3332, 6594, 7454, Muslim No: 2643).

Dalil Tradisi Tingkeban (Adat Jawa)

Hadits tersebut dibuktikan melalui penelitian dengan ilmu medis bidang kebidanan dan kandungan Prof. Sarwono P. Yayasan Bina Pustaka FKUI, 1994 dan 1991, yang menyatakan pada saat kehamilan berumur 24 pekan atau setara dengan 6 bulan lebih menginjak 7 bulan, pada masa itu adalah masa dimana janin atau bayi sudah terbentuk sempurna, kelopak mata mulai terbelah, bahkan alis dan bulu matapun sudah mulai nampak, yang mana proses terbelahnya kelopak mata munculnya alis dan bulu mata adalah proses tahap akhir penyempurnaan pembentukan organ organ tubuh janin atau bayi dalam kandungan, yang bulan kemudia hanya menunggu masa tua kandungan dan kemudia melahirkan.

Melihat keindahan kuasa Allah Swt tersebut, siapa yang tidak layak dan patut untuk bersyukur, apalagi seorang calon dari ayah dan ibunya. Dari titik itulah ulama ulama nusantara dan sesepuh jaman dahulu, nenek nenek moyang kita semua, mengajarkan caranya mensyukuri atas karunia dari Allah Swt tersebut, rasa syukur tersebut diekspresikan dengan tradisi tingkeban yang mempunyai makna berdoa dan mensyukuri karunia dan kuasa Allah atas sempurnanya bayi dalam kandungan ibunya.

Bahkan dalam Al-Qur’an ketika bayi dalam kandungan sudah mulai berat, dengan kata lain bayi sudah mulai menginjak masa kesempurnaan, calon ayah dan ibunya disyariatkan atau diperintahkan untuk berdo’a dan mensyukuri itu semua

هُوَ الَّذِي خَلَقَكٌمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ اِلَيْهَ فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيْفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهُ رَبَّهُمَا لَئِنْ اَتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الشَّاكِرِيْنَ.

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kendungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, seraya berkata: sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang orang yang bersyukur. (QS. Al-A’raf Ayat 189). Perumus Al-Ustadz Mohamad Nurofik Ibn Sholih

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel