Al-Hikam 08 | Buahnya Mengasingkan Diri

Al-Hikam 08 | Buahnya Mengasingkan Diri

مَا نَفَعَ الْقَلْبَ شَيْئٌ مِثْلَ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مِيْدَانُ فِكْرَةِ.

Tidak ada sesuatu yang bisa memberi manfaat di dalam hati sebagaimana uzlah (mengasingkan diri) dimana akan masuk sebab uzlah itu luasnya berfikir. (Al-Hikam)

Uzlah adalah mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat. Bagi seseorang, mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat itu bisa memberi manfaat di dalam jiwanya. Hatinya bisa luas berfikir mengenai masalah akhirat. Berbeda jika bergaul dengan masyarakat banyak, maka yang difikir adalah masalah masalah duniawi yang bisa dilihat mata. Padahal yang demikian ini bisa merangsang nafsunya untuk berbuat sesuatu yang bisa melanggar peraturan agama. Ini berarti hatinya telah dihinggapi penyakit hati. Untuk menyembuhkan penyakit hati ini jalan yang paling baik adalah ber uzlah atau mengasingkan diri dari masyarakat ramai. Kemudian setelah uzlah bebaslah hati untuk berfikir mengenai di akhirat adalah ibadah yang baik dan terpuji karena menyebabkan hati menjadi terang, tidak gelap.

Rasulallah Saw bersabda:

تَفَكُّرُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سَبْعِيْنَ سَنَةً.

Berfikir satu jam (sebentar) itu lebih baik dari pada ibadah tujuh puluh tahun.

Mengenai berfikir ini ada tiga tingkatan, yaitu:

1. Berpikirnya orang umum (‘awam).
Maka yang mereka pikirkan adalah sesuatu mengenai kenikmatan dan karunia dari Allah. Dengan memikirkan masalah kenikmatan dan karunia Allah itu, mereka lalu bergairah untuk tekun beribadah. Yang akhirnya dengan ketekunan itu dapat dicapai tingkatan ma’rifat kepada Allah.

2. Berfikir orang Khash (orang orang tertentu yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah).
Maka mereka berfikir mengenai janji janji Allah dan pahala-Nya. Dengan cara seperti ini mereka menjadi giat menjalankan semua perintah perintah Allah dengan harapan akan mendapatkan pahala sebanyak banyaknya yang telah di janjikan Allah itu.

3. Berfikirnya orang khash pula.
Yaitu berfikir mengenai ancaman ancaman Allah dan siksa-Nya. Dengan cara berfikir seperti itu, mereka menjadi takut sehingga mau menjauhi semua larangan larangan Allah dengan harapan besok di akhirat kelak terhindar dari siksa Allah yang pedih.

Ketahuilah bahwa Uzlah itu hanyalah sebagai lantaran saja, sedang tujuan utama orang ber uzlah adalah tafakkur yaitu berfikir megenai sesuatu yang bisa menjadikan seseorang dekat kepada Allah, maka cara yang terbaik adalah uzlah, sedang kalau tidak uzlah, maka dikhawatirkan akan ketularan sifat sifat yang tidak baik yanga berlaku di masyarakat. Misalnya berbagai macam kemaksiatan seperti mengumpat di belakang orang (ngerasani), riya sombong dan lain sebagainya. Dengan demikian orang yang beruzlah bisa terpelihara agamanya, terhindar dari percecokan, dan terhindar dari fitnah.

Disebutkan dalam sebuah hadist:

مَثَلُ الْجَلِيْسِ السُّوْءِ كَمَثَلِ الْكِيْرِ اِنْ لَمْ يُحْرِقْكَ بِشَرَرِهِ عَلَقَ بِكَ مِنْ رِيْحِهِ.

Perumpamaan teman yang jelek itu bagaikan tukang besi yang membakar besi. Bila bunga api dari besi itu tidak membakarmu, maka akan melekat bau busuknya.

Berkata Ka’ab:

 مَنْ اَرَادَ شَرَفَ الْاَخِرَةِ فَلْيُكْثِرِ التَّفَكُّرِ.

Barang siapa menghendaki kemuliaan di akhirat, maka hendaklah memperbanyak tafakku.
Tafakkur dapat dilaksanakan kalau orang mau mengasingkan diri, tidak bercampur dengan masyarakat banyak (Uzlah), sehingga pengaruh pengaruh buruk dari mereka dapat dihindarkan. Maka tafakkur inilah buahnya uzlah.

Abu Dardaa’ pernah ditanya mengenai amalnya yang paling utama. Maka dia katakan bahwa amal yang utama adalah tafakkur. Karena dengan tafakkur orang bisa sampai kepada pengertian hakikat sesuatu, bisa mengerti kenyataan yang benar daripada yang batal, bisa mengerti sesuatu yang bermanfaat dari pada yang mudlarat. Begitu pula dengan bertafakkur orang bisa melihat bencana hawa nafsu yang samar samar, mengetahui tipu daya musuh (setan), dan bujukan keduniaan.

Hasan Al-Bashri berkata:

اَلْفِكْرَةُ مِرْاَةٌ تُرِيْكَ حَسَنُكَ مِنْ قَبِيْحِكَ وَيَطَّلِعُ اَيْضًا بِهَا عَلَى عَظَمَةِ اللهِ تَعَالَى وَجَلَالِهِ اِذَا تَفَكَّرَ فِى اَيَاتِهِ وَمَصْنُوْعَاتِهِ وَيَطَّلِعُ بِهَا اَيْضًا عَلَى الْاَئِهِ الْجَلِيْلَةِ وَالْخَفِيَّةِ فَيَسْتَفِيْدُ بِذَلِكَ اَحْوَالًا سَنِيَّةً يَزُوْلُ بِهَا مَرَضُ قَلْبِهِ وَيَسْتَقِيْمُ بِسَبَبِهَا عَلَى طَاعَةِ رَبِّهِ.

Al-Hikam 08 | Buahnya Mengasingkan Diri


Tafakkur itu merupakan cerminan yang bisa memperlihatkan kepadamu akan kebaikanmu daripada keburukanmu. Dengan cermin itu pula orang bisa melihat kebesaran dan keagungan Allah Ta’ala bila ia bertafakkur mengenai tanda tanda dan semua yang dibuat oleh Allah. Juga ia bisa melihat tanda tanda Allah yang terang dan yang samar. Maka dengan begitu dia bisa mengambil faidahnya dari berbagai tingkah laku yang luhur, sehingga hilangnya penyakit hatinya dan dengan sebab itu dia bisa lurus di dalam taat kepada Tuhannya.

Uzlah sebagaimana disebutkan di atas mengandung arti khalwah, yaitu bertafakkur di tempat yang sepi lagi sunyi. Dan khalwah ini merupakan salah satu dari empat tiang yang menjadi dasar bagi orang orang yang menghendaki penglihata batin kepada Allah (murid). Adapun yang tiga lagi yaitu: diam, lapar, dan bangun malam. Jadi empat sendi yaitu: menyepikan diri (khalwah), dia, lapar dan bangun malam, ituah yang menjadi dasar bagi seorang murid untuk bisa mencapai tingkat peglihatan batin kepada Allah. Bahkan Sahl bin Abdullah mengatakan bahwa semua kebaikan itu terkumpul di dalam empat perkara ini yaitu: perut yang lapar, mulut yang selalu diam, mengasingkan diri, (khalwah), dan bangun malam.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel