Mencaci Maki Bukan Karakter Muslim
Minggu, 05 April 2020
Edit
Mencaci Maki Bukan Karakter Muslim
Dalam kehidupan sehari hari, kita sering menemukan sesuatu yang seolah hal itu tidak pas dengan diri kita, dari pandangan, pendengaran, bahkan hati dan perasaan kita. Kita bisa merasakan sesuatu yang tidak cocok dengan kita, karena kita punya asumsi atau bahan argumen dari dalam diri kita entah kita hanya merasa atau argumen tersebut sudah menjadi karakter kita, sehingga apa yang di hadapan kita jika tidak cocok dengan karakter kita (sesuai argumen) kita merasa risih dan tidak nyaman.
Setiap manusia pasti memiliki perjalanan hidup dan pengalaman masing masing, ada yang berasal dari kota, desa, keramaian, dan sebagainya. Hal tersebut pasti membekas menjadi sebuah karakter dan menjadi sebuah argumen pribadi sesuai keadaannya. Tak jarang kita melihat bahkan merasakan sendiri, ketika kita menjadi orang desa yang punya asumsi tidak cocok dengan model kehidupan orang kota, ataupun sebaliknya, ada juga seseorang yang berasal dari lingkup agama yang tidak mau cocok bahkan menerima dengan model orang yang berasal dari preman.
Melihat pembahasan diatas, ada sebuah masalah yang membuat gejolak ditengan perbedaan yang terjadi, seperti contoh ketika kita melihat ada orang atau kelompok yang berasal dari sisi agama (anggaplah mumpuni), namun dia terjebak oleh perannya, dia merasa tidak nyaman, tidak cocok ketika melihat orang lain yang berasal dari arah pendosa, sehingga mengakibatkan caci maki, bahkan mempunya peran menghakimi orang lain.
Hal tersebut sangatlah tidak cocok dengan karakter agama Islam, karena sama sekali tidak mencerminkan peran agama islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Seharusnya kita sebagai seorang muslim ketika melihat apa yang ada di depan kita tidak cocok dengan asumsi kita, kita tidak boleh mencaci maki, menghina, apalagi menghakimi, karena apa yang ada di depan kita belum tentu memiliki begron sama dan kualitas iman dan ilmu seperti kita.
Maka dari itu semestinya kita lebih mengutamakan akhlak, semata mata untuk mencermikan agama islam adalah agama yang rahmat.
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلَاقْ.
Sesungguhnya aku (Muhammad Saw) diutus untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Ahmad).
Melihat keadaan yang dijelaskan diparagraf awal tadi, kurang rasanya jika kita tidak memberi solusi, maka dari itu kita harus tahu apa peran kita terhadap sesama manusia, khususnya sesama muslim.
1. Menyampaikan Ilmu
Sebagai muslim, kita punya peran untuk menyampaikan ilmu kepada sesama manusia khususnya sesama muslim, hal demikian sebagai bentuk karakter muslim sesungguhnya, agar jika kita melihat apa yang ada di depan kita, namun tidak cocok dengan asumsi kita, kita tidak sembarangan mencaci maki atau menghinanya, karena jangan jangan dia atau mereka yang kita caci maki atau hina tidak punya kualitas ilmu seperti kita, akhirnya apa yang dia atau mereka kerjakan tidak sesuai dengan asumsi ilmu yang ada pada diri kita yang sudah menjadi karakter kita.
بَلِغُوْا عَنِّ وَلَوْ اَيَةً.
Sampaikanlah ilmu dariku walau satu ayat. (HR. Bukhari).
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرِ فَلَهُ مِثْلُ اَجْرٍ فَاعِلِهِ.
Barang siapa menunjukkan sebuah kebaikan, maka dia juga mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya. (HR. Muslim).
Peran sebagai orang yang menyampaikan ilmu sangat penting, karena dengan ilmu seorang manusia bisa memiliki akhlak, dan budi pekerti yang baik. Contoh orang yang berperan sebagai penyampai ilmu adalah Kyai, Habaib, Guru, Ustadz, dan siapapun yang pernah mengajarkan ilmu walau hanya satu kata atau ayat. Kita juga punya kewajiban menyampaikan ilmu kepada orang yang belum punya ilmu, orang yang membutuhkan ilmu dan siapapun yang layak menerima ilmu.
2. Memberi Contoh Dan Bimbingan
Setelah kita menyampaikan ilmu, ada tahap selanjutnya yang menjadikan kita tidak boleh mencaci maki atau menghina seseorang yang ada di depan kita walaupun orang tersebut tidak cocok dengan kita (kita rasa dia salah), yaitu memberi contoh dan bimbingan. Sebelum kita mencaci atau menghina apakah kita sudah pernah memberi contoh dan bimbingan?.
Pada hakikatnya karakter seorang muslim sangat mustahil jika sebagai pencaci maki atau penghina, karena sama sekali tidak pantas dan cocok dengan panutannya yaitu Nabi Muhammad Saw, apalagi kita sebagai orang yang mempunya agama yang rahmat.
Maka dari itu mari kita ganti caci maki dan menghina dengan memberi contoh dan bimbingan.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةْ.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulallah itu suri tauladan yang baik (contoh yang baik). (Al-Ahzab: 21).
3. Saling Mengingatkan
Peran selanjutnya yang harus kita lakukan adalah saling mengingatkan. Saling mengingatkan sesama adalah peran kita yang tiada batas, dan hal itu juga menjadi solusi dari pada caci maki atau menghina. Saling mengingatkan harus selalu kita upayakan dalam kehidupan sehari hari mulai dari mengingatkan untuk melakukan kewajiban, dan berbuat baik, serta mengingatkan agar jangan melakukan perbuatan yang tercela, tentunya kita mengingatkan dengan cara yang baik sesuai porsi, situasi dan kondisi.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةُ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Dan hendaklah ada dianara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma;ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang orang yang beruntung. (QS. Ali Imran 104).
4. Medoakan
Peran selanjutnya adalah mendoakan, ini adalah peran yang puncak, dalam artian peran mendoakan ini adalah peran yang sangat mulia, karena peran ini langsung kita mohonkan kepada Allah Swt. Sebagai seorang muslim selayaknya kita bisa menerapkan peran ini dalam keadaan apapun, tidak harus menunggu melihat orang yang tidak cocok di hadapan kita, tapi dalam setiap waktu peran ini juga layak untuk kita lakukan.
Kenapa kita tetap tidak boleh mencaci maki atau menghina orang lain, karena kunci hidayah itu ada pada Allah yang menghendaki, sungguh tidak pantas jika kita menyandang sebagai orang yang beragama islam, namun mencaci maki apa apa yang ada dilangit dan dibumi yang semua ini adalah makhluk yang mempunyai pencipta yaitu Allah Swt.
Maka dari itu mencaci maki bukanlah karakter orang Islam, mari kita ganti caci maki dengan doa, yang mana saling mendoakan adalah salah satu peran seorang muslim dengan sesamanya.
مَامِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ اِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ.
Tidak ada seorang hamba muslim yang berkenan mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan kecuali malaikat medoakan orang yang berdoa tersebut dengan kalimat “kamu juga mendapat sama persis sebagaimana do’a yang kamu ucapkan”. (HR. Muslim 4094).
Kesimpulan
Kita sebagai umat islam, selayaknya memakai ajaran dan contoh contoh yang ada dalam agama islam, tentang kebajikan, beramal, dan berhubungan. Semua orang yang ada di dunia ini adalah orang yang menuju ke keimanannya, kita semua berlomba dengan kebaikan semata mata agar mendapat ridlo dari Allah Swt.
Dalam kehidupan sehari hari, kita sering menemukan sesuatu yang seolah hal itu tidak pas dengan diri kita, dari pandangan, pendengaran, bahkan hati dan perasaan kita. Kita bisa merasakan sesuatu yang tidak cocok dengan kita, karena kita punya asumsi atau bahan argumen dari dalam diri kita entah kita hanya merasa atau argumen tersebut sudah menjadi karakter kita, sehingga apa yang di hadapan kita jika tidak cocok dengan karakter kita (sesuai argumen) kita merasa risih dan tidak nyaman.
Setiap manusia pasti memiliki perjalanan hidup dan pengalaman masing masing, ada yang berasal dari kota, desa, keramaian, dan sebagainya. Hal tersebut pasti membekas menjadi sebuah karakter dan menjadi sebuah argumen pribadi sesuai keadaannya. Tak jarang kita melihat bahkan merasakan sendiri, ketika kita menjadi orang desa yang punya asumsi tidak cocok dengan model kehidupan orang kota, ataupun sebaliknya, ada juga seseorang yang berasal dari lingkup agama yang tidak mau cocok bahkan menerima dengan model orang yang berasal dari preman.
Melihat pembahasan diatas, ada sebuah masalah yang membuat gejolak ditengan perbedaan yang terjadi, seperti contoh ketika kita melihat ada orang atau kelompok yang berasal dari sisi agama (anggaplah mumpuni), namun dia terjebak oleh perannya, dia merasa tidak nyaman, tidak cocok ketika melihat orang lain yang berasal dari arah pendosa, sehingga mengakibatkan caci maki, bahkan mempunya peran menghakimi orang lain.
Hal tersebut sangatlah tidak cocok dengan karakter agama Islam, karena sama sekali tidak mencerminkan peran agama islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Seharusnya kita sebagai seorang muslim ketika melihat apa yang ada di depan kita tidak cocok dengan asumsi kita, kita tidak boleh mencaci maki, menghina, apalagi menghakimi, karena apa yang ada di depan kita belum tentu memiliki begron sama dan kualitas iman dan ilmu seperti kita.
Maka dari itu semestinya kita lebih mengutamakan akhlak, semata mata untuk mencermikan agama islam adalah agama yang rahmat.
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلاَخْلَاقْ.
Sesungguhnya aku (Muhammad Saw) diutus untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Ahmad).
Melihat keadaan yang dijelaskan diparagraf awal tadi, kurang rasanya jika kita tidak memberi solusi, maka dari itu kita harus tahu apa peran kita terhadap sesama manusia, khususnya sesama muslim.
1. Menyampaikan Ilmu
Sebagai muslim, kita punya peran untuk menyampaikan ilmu kepada sesama manusia khususnya sesama muslim, hal demikian sebagai bentuk karakter muslim sesungguhnya, agar jika kita melihat apa yang ada di depan kita, namun tidak cocok dengan asumsi kita, kita tidak sembarangan mencaci maki atau menghinanya, karena jangan jangan dia atau mereka yang kita caci maki atau hina tidak punya kualitas ilmu seperti kita, akhirnya apa yang dia atau mereka kerjakan tidak sesuai dengan asumsi ilmu yang ada pada diri kita yang sudah menjadi karakter kita.
بَلِغُوْا عَنِّ وَلَوْ اَيَةً.
Sampaikanlah ilmu dariku walau satu ayat. (HR. Bukhari).
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرِ فَلَهُ مِثْلُ اَجْرٍ فَاعِلِهِ.
Barang siapa menunjukkan sebuah kebaikan, maka dia juga mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya. (HR. Muslim).
Peran sebagai orang yang menyampaikan ilmu sangat penting, karena dengan ilmu seorang manusia bisa memiliki akhlak, dan budi pekerti yang baik. Contoh orang yang berperan sebagai penyampai ilmu adalah Kyai, Habaib, Guru, Ustadz, dan siapapun yang pernah mengajarkan ilmu walau hanya satu kata atau ayat. Kita juga punya kewajiban menyampaikan ilmu kepada orang yang belum punya ilmu, orang yang membutuhkan ilmu dan siapapun yang layak menerima ilmu.
2. Memberi Contoh Dan Bimbingan
Setelah kita menyampaikan ilmu, ada tahap selanjutnya yang menjadikan kita tidak boleh mencaci maki atau menghina seseorang yang ada di depan kita walaupun orang tersebut tidak cocok dengan kita (kita rasa dia salah), yaitu memberi contoh dan bimbingan. Sebelum kita mencaci atau menghina apakah kita sudah pernah memberi contoh dan bimbingan?.
Pada hakikatnya karakter seorang muslim sangat mustahil jika sebagai pencaci maki atau penghina, karena sama sekali tidak pantas dan cocok dengan panutannya yaitu Nabi Muhammad Saw, apalagi kita sebagai orang yang mempunya agama yang rahmat.
Maka dari itu mari kita ganti caci maki dan menghina dengan memberi contoh dan bimbingan.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةْ.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulallah itu suri tauladan yang baik (contoh yang baik). (Al-Ahzab: 21).
3. Saling Mengingatkan
Peran selanjutnya yang harus kita lakukan adalah saling mengingatkan. Saling mengingatkan sesama adalah peran kita yang tiada batas, dan hal itu juga menjadi solusi dari pada caci maki atau menghina. Saling mengingatkan harus selalu kita upayakan dalam kehidupan sehari hari mulai dari mengingatkan untuk melakukan kewajiban, dan berbuat baik, serta mengingatkan agar jangan melakukan perbuatan yang tercela, tentunya kita mengingatkan dengan cara yang baik sesuai porsi, situasi dan kondisi.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةُ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Dan hendaklah ada dianara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma;ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang orang yang beruntung. (QS. Ali Imran 104).
4. Medoakan
Peran selanjutnya adalah mendoakan, ini adalah peran yang puncak, dalam artian peran mendoakan ini adalah peran yang sangat mulia, karena peran ini langsung kita mohonkan kepada Allah Swt. Sebagai seorang muslim selayaknya kita bisa menerapkan peran ini dalam keadaan apapun, tidak harus menunggu melihat orang yang tidak cocok di hadapan kita, tapi dalam setiap waktu peran ini juga layak untuk kita lakukan.
Kenapa kita tetap tidak boleh mencaci maki atau menghina orang lain, karena kunci hidayah itu ada pada Allah yang menghendaki, sungguh tidak pantas jika kita menyandang sebagai orang yang beragama islam, namun mencaci maki apa apa yang ada dilangit dan dibumi yang semua ini adalah makhluk yang mempunyai pencipta yaitu Allah Swt.
Maka dari itu mencaci maki bukanlah karakter orang Islam, mari kita ganti caci maki dengan doa, yang mana saling mendoakan adalah salah satu peran seorang muslim dengan sesamanya.
مَامِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ اِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ.
Tidak ada seorang hamba muslim yang berkenan mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan kecuali malaikat medoakan orang yang berdoa tersebut dengan kalimat “kamu juga mendapat sama persis sebagaimana do’a yang kamu ucapkan”. (HR. Muslim 4094).
Kesimpulan
Kita sebagai umat islam, selayaknya memakai ajaran dan contoh contoh yang ada dalam agama islam, tentang kebajikan, beramal, dan berhubungan. Semua orang yang ada di dunia ini adalah orang yang menuju ke keimanannya, kita semua berlomba dengan kebaikan semata mata agar mendapat ridlo dari Allah Swt.
