Dalil Istighatsah Dan Mujahadah
Minggu, 29 Maret 2020
Edit
Dalil Istighatsah Dan Mujahadah
Istighotsah (استغاثة) dalam bahasa nahwu berasal dari kata (الغوث) yang mempunyai arti pertolongan, dalam bahasa arab mengkuti wazan (استفعل) yang mana menunjukkan arti permintaan atau permohonan. Maka kata istighotsah memiliki makna meminta pertolongan.
Istighotsah sebenarya sama dengan berdoa, akan tetapi istihotsah memiliki konotasi yang lebih khusus, karena dalam istighotsah memiliki bacaan bacaan khusus dan ditujukan dengan do’a yang khusus. Sehingga pasti dalam pelaksanaan istihgotsah dimulai dengan urutan urutan dzikir, wirid, yang memiliki keutamaan tertentu.
Yang lebih khusus lagi dalam istighotsah adalah tawasul (mencari wasilah) untuk dijadikannya perantara doa. Seperti tawasul kepada para Nabi, shahabat Nabi, syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan ulama ulama serta wali wali tertentu. Hal demikian bermaksud memohon doa kepada Allah manun dengan perantara hak atau berkah para wasilah (perantara), lebih ringannya ngomong, yaitu berdoa dengan membawa nama orang lain (perantara), namun tujuan sampainya doa tetap kepada Allah Swt.
.
Orang yang bisa kita jadikan wasilah (perantara) adalah orang orang yang memiliki makom dekat dengan Allah, seperti tingkat makomnya Nabi Nabi, Shahabat, habaib, Sultanul Auliya, ulama ulama, wali wali, dan kyai kyai. Karena dengan kedekatan merekalah kita menyelipkan doa untuk kita haturkan kepada Allah.
Landasan istighotsah adalah dalil berikut ini:
اِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِاَدَمَ ثُمَّ بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم. (رواه البخاري)
Sesungguhnya matahari pada hari kiamat mendekat sehingga (genangan) keringat mencapai separuh telinga. Ketika mereka dalam kondisi demikian, mereka meminta tolong kepada Nabi adam, kemudian kepada Nabi Musa, kemudian kepada Nabi Muhammad Saw. (HR. Bukhari).
اِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا أَوْ أَرَادَ أَحَدُكُمْ عَوْنًا وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا أَنِيْسٌ, فَلْيَقُلْ يَاعِبَادَ اللهِ أَغِيْثُوْنِي, يَاعِبَادَ اللهِ أَغِيْثُوْنِي, فَاِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا لَا نَرَاهُمْ, وَقَدْ جَرَّبَ ذَلِكَ. (رواه الطبراني).
Ketika salah seorang diantara kalian kehilangan sesuatu atau membutuhkan pertolongan di suatu tempat yan tidak ada teman, maka ucapkalah, “wahai para hamba Allah, tolonglah aku”, karena sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang kita tidak bisa melihatnya. Dan hal itu telah terbukti. (HR. Ath-Thabrani).
Dari penjelasan diatas kita bisa mengambil gambaran istighotsah, yaitu ibarat kita mengirim surat kita membutuhkan jasa kantor pos untuk menyampaikan doa kita, karena apa yang kita minta memiliki nilai sesutu permohonan yang serius. Memakai perantara bertujuan semakin kuatnya nilai keseriusan doa kita, sehingga dengan hak para wasilah perantara tadi doa kita menjadi doa yang mustajab
Istighotsah (استغاثة) dalam bahasa nahwu berasal dari kata (الغوث) yang mempunyai arti pertolongan, dalam bahasa arab mengkuti wazan (استفعل) yang mana menunjukkan arti permintaan atau permohonan. Maka kata istighotsah memiliki makna meminta pertolongan.
Istighotsah sebenarya sama dengan berdoa, akan tetapi istihotsah memiliki konotasi yang lebih khusus, karena dalam istighotsah memiliki bacaan bacaan khusus dan ditujukan dengan do’a yang khusus. Sehingga pasti dalam pelaksanaan istihgotsah dimulai dengan urutan urutan dzikir, wirid, yang memiliki keutamaan tertentu.
Yang lebih khusus lagi dalam istighotsah adalah tawasul (mencari wasilah) untuk dijadikannya perantara doa. Seperti tawasul kepada para Nabi, shahabat Nabi, syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan ulama ulama serta wali wali tertentu. Hal demikian bermaksud memohon doa kepada Allah manun dengan perantara hak atau berkah para wasilah (perantara), lebih ringannya ngomong, yaitu berdoa dengan membawa nama orang lain (perantara), namun tujuan sampainya doa tetap kepada Allah Swt.
.
Orang yang bisa kita jadikan wasilah (perantara) adalah orang orang yang memiliki makom dekat dengan Allah, seperti tingkat makomnya Nabi Nabi, Shahabat, habaib, Sultanul Auliya, ulama ulama, wali wali, dan kyai kyai. Karena dengan kedekatan merekalah kita menyelipkan doa untuk kita haturkan kepada Allah.
Landasan istighotsah adalah dalil berikut ini:
اِنَّ الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ فَبَيْنَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِاَدَمَ ثُمَّ بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم. (رواه البخاري)
Sesungguhnya matahari pada hari kiamat mendekat sehingga (genangan) keringat mencapai separuh telinga. Ketika mereka dalam kondisi demikian, mereka meminta tolong kepada Nabi adam, kemudian kepada Nabi Musa, kemudian kepada Nabi Muhammad Saw. (HR. Bukhari).
اِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا أَوْ أَرَادَ أَحَدُكُمْ عَوْنًا وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا أَنِيْسٌ, فَلْيَقُلْ يَاعِبَادَ اللهِ أَغِيْثُوْنِي, يَاعِبَادَ اللهِ أَغِيْثُوْنِي, فَاِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا لَا نَرَاهُمْ, وَقَدْ جَرَّبَ ذَلِكَ. (رواه الطبراني).
Ketika salah seorang diantara kalian kehilangan sesuatu atau membutuhkan pertolongan di suatu tempat yan tidak ada teman, maka ucapkalah, “wahai para hamba Allah, tolonglah aku”, karena sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang kita tidak bisa melihatnya. Dan hal itu telah terbukti. (HR. Ath-Thabrani).

Dari penjelasan diatas kita bisa mengambil gambaran istighotsah, yaitu ibarat kita mengirim surat kita membutuhkan jasa kantor pos untuk menyampaikan doa kita, karena apa yang kita minta memiliki nilai sesutu permohonan yang serius. Memakai perantara bertujuan semakin kuatnya nilai keseriusan doa kita, sehingga dengan hak para wasilah perantara tadi doa kita menjadi doa yang mustajab