Dalil Barzanji, Diba’an, Burdahan, Dan Manaqiban
Jumat, 27 Maret 2020
Edit
Dalil Barzanji, Diba’an, Burdahan, Dan Manaqiban
Barzanji, diba’an, burdahan, dan manaqiban adalah tradisi mengingat kisah atahu biografi dari seseorang yang bersejarah. Barzanji, diba’an, burdahan adalah kitab berisi kisah nabi Muhammad Saw yang mana didalam kitab tersebut berisi biografi, perjalanan, dan keagungan Nabi Muhammad Saw, sedangkan Manaqiban hampir sama dengan Barzanji atahu diba’an atahu burdahan, hanya saja manaqiban terkhusus buat ulama ulama seperti Syaikh Abdul Qidir Al-Jailani ra.
Barzanji, diba’an, dan burdahan rutin dilakukan oleh mayoritas muslim di Indonesia, terutama diwaktu bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw, karena denga tujuan mengingat perjalanan dari sang baginda alam Nabi Muhammad Saw. Begitu halnya dengan manaqiban, biasa dilaksanakan di bulan kelahiran ulama ulama tertentu seperti yang sudah masyhur dikalangan umat islam yaitu manaqib syaik Abdul Qodir Al-Jailani.
Tradisi tersebut di atas, memiliki landasan, diambil dari kitab Bughyatul Mustarsyidin, oleh Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’alawi:
وَقَدْ وَرَدَ فِي الْاَثَرِ عَنْ سَيِّدِ الْبَشَرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِنًا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهُ وَمَنْ قَرَأَ تَارِيْخَهُ فَكَأَنَّمَا زَارَهُ وَمَنْ زَارَهُ فَقَدْ اسْتَوْجَبَ رِضْوَانَ اللهِ فِي حُرُوْرِ الْجَنَّةِ وَحَقٌّ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يُكْرِمَ زَائِرَهُ.
Terdapat dalam sebuah atsar dari gustinya manusia Saw, sesungguhnya beliau bersabda, barang siapa membuat (menulis) biograsi seorang mukmin, maka ia seperti menghidupkannya kembali. Dan barang siapa membaca sejarahnya, maka seolah olah ia mengunjunginya, dan barang siapa yang mengunjunginya, maka ia berhak mendapatkan ridla Allah dalam surga. Dan sudah seharusnya bagi seseorang memuliakan orang yang menziarahinya.(Bughyah Al-Mustarsyidin).
Manfaat Barzanji, Diba’an, Burdahan, Dan Manaqiban
Dalam kutipan kitab tersebut, jelas manfaat yang terkandung jika kita menulis atahu membaca sejarah dari seseorang yang bersejarah, terlebih lagi orang yang bersejarah tersebut seperti Nabi Muhammad Saw, dan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Dalam kutipan kita tersebut menunjukkan manfaat yang dapat kita mohonkan yaitu ridla dari Allah Swt dan surga.
Selepas dari manfaat yang terkandung yang ditliskan kitab tersebut, ada beberapa point manfaat yang harus kita pertimbangkan agar kita semua tetap melesatarikan Barzanji, dib’an, burdahan, dan manaqiban, yaitu:
1. Jika kita rutin melaksanakannya, kita tidak memutus sejarah tentang islam.
2. Kita bisa mengenalkan kepada anak anak kita, siapa Nabi kita, dan bagaimana sejarahnya.
3. Kita bisa mengenalkan kepada anak kita, siapakah nabi Muhammad, siapakan syaikh Abdul Qodir Al-Jailani.
4. Kita bisa tahu bertapa agungnya nabi Muhammad Saw.
5. Mengjarkan kita dan anak anak kita untuk mencintai Nabinya.
Dan tak kalah penting dari semua manfaat tersebut adalah point terakhir yang dikutip dari kita buhgyah Al-Musytarsyidin yaitu, “sudah selayaknya seseorang memuliakan orang yang menziarahinya”, dari penggalan tersebut kita bisa tahu bahwa dengan Barzanji atahu manaqiban, kita juga mendapat nilai berziarah, dan siapa yang berziarah, maka akan mendapat balasan doa (di doakan dari qubur) oleh orang yang di ziarahi.
Jika kita sudah tahu, tentang begitu agungnya Barzanji, diba’an, burdahan, dan manaqiban, selayaknya kita pantas untuk melestarikannya dan selalu mengajarkan kepada anak anak kita, serta mengajarkan kepada generasi generasi umat islam, agar sejarah dan tradisi umat islam yang turun temurun dari ulama ulama lewat diajarkan langsung tetap lestari dan terus berkembang mengikuti jaman.
Kita tidak usah merespon perkataan orang orang yang menuduh ajaran seperti Barzanji atahu manaqib adalah perkara bid’ah, karena dengan demikian kita bisa tahu bahwa orang tersebut kurang literasi agama, dan sudah jelas terputusnya rantai ajaran agama dari ulama ulama terdahulu, karena mungkin dia hanya belajar dari ustad ustad instan yang lahir baru di zaman sekarang, yang pastinya tidak memiliki mata rantai atahu sanad ilmu yang berasambung ke ulama ulama terdahulu.
Barzanji, diba’an, burdahan, dan manaqiban adalah tradisi mengingat kisah atahu biografi dari seseorang yang bersejarah. Barzanji, diba’an, burdahan adalah kitab berisi kisah nabi Muhammad Saw yang mana didalam kitab tersebut berisi biografi, perjalanan, dan keagungan Nabi Muhammad Saw, sedangkan Manaqiban hampir sama dengan Barzanji atahu diba’an atahu burdahan, hanya saja manaqiban terkhusus buat ulama ulama seperti Syaikh Abdul Qidir Al-Jailani ra.
Barzanji, diba’an, dan burdahan rutin dilakukan oleh mayoritas muslim di Indonesia, terutama diwaktu bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw, karena denga tujuan mengingat perjalanan dari sang baginda alam Nabi Muhammad Saw. Begitu halnya dengan manaqiban, biasa dilaksanakan di bulan kelahiran ulama ulama tertentu seperti yang sudah masyhur dikalangan umat islam yaitu manaqib syaik Abdul Qodir Al-Jailani.
Tradisi tersebut di atas, memiliki landasan, diambil dari kitab Bughyatul Mustarsyidin, oleh Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba’alawi:
وَقَدْ وَرَدَ فِي الْاَثَرِ عَنْ سَيِّدِ الْبَشَرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِنًا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهُ وَمَنْ قَرَأَ تَارِيْخَهُ فَكَأَنَّمَا زَارَهُ وَمَنْ زَارَهُ فَقَدْ اسْتَوْجَبَ رِضْوَانَ اللهِ فِي حُرُوْرِ الْجَنَّةِ وَحَقٌّ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يُكْرِمَ زَائِرَهُ.
Terdapat dalam sebuah atsar dari gustinya manusia Saw, sesungguhnya beliau bersabda, barang siapa membuat (menulis) biograsi seorang mukmin, maka ia seperti menghidupkannya kembali. Dan barang siapa membaca sejarahnya, maka seolah olah ia mengunjunginya, dan barang siapa yang mengunjunginya, maka ia berhak mendapatkan ridla Allah dalam surga. Dan sudah seharusnya bagi seseorang memuliakan orang yang menziarahinya.(Bughyah Al-Mustarsyidin).
Manfaat Barzanji, Diba’an, Burdahan, Dan Manaqiban
Dalam kutipan kitab tersebut, jelas manfaat yang terkandung jika kita menulis atahu membaca sejarah dari seseorang yang bersejarah, terlebih lagi orang yang bersejarah tersebut seperti Nabi Muhammad Saw, dan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Dalam kutipan kita tersebut menunjukkan manfaat yang dapat kita mohonkan yaitu ridla dari Allah Swt dan surga.
Selepas dari manfaat yang terkandung yang ditliskan kitab tersebut, ada beberapa point manfaat yang harus kita pertimbangkan agar kita semua tetap melesatarikan Barzanji, dib’an, burdahan, dan manaqiban, yaitu:
1. Jika kita rutin melaksanakannya, kita tidak memutus sejarah tentang islam.
2. Kita bisa mengenalkan kepada anak anak kita, siapa Nabi kita, dan bagaimana sejarahnya.
3. Kita bisa mengenalkan kepada anak kita, siapakah nabi Muhammad, siapakan syaikh Abdul Qodir Al-Jailani.
4. Kita bisa tahu bertapa agungnya nabi Muhammad Saw.
5. Mengjarkan kita dan anak anak kita untuk mencintai Nabinya.
Dan tak kalah penting dari semua manfaat tersebut adalah point terakhir yang dikutip dari kita buhgyah Al-Musytarsyidin yaitu, “sudah selayaknya seseorang memuliakan orang yang menziarahinya”, dari penggalan tersebut kita bisa tahu bahwa dengan Barzanji atahu manaqiban, kita juga mendapat nilai berziarah, dan siapa yang berziarah, maka akan mendapat balasan doa (di doakan dari qubur) oleh orang yang di ziarahi.
Jika kita sudah tahu, tentang begitu agungnya Barzanji, diba’an, burdahan, dan manaqiban, selayaknya kita pantas untuk melestarikannya dan selalu mengajarkan kepada anak anak kita, serta mengajarkan kepada generasi generasi umat islam, agar sejarah dan tradisi umat islam yang turun temurun dari ulama ulama lewat diajarkan langsung tetap lestari dan terus berkembang mengikuti jaman.

Kita tidak usah merespon perkataan orang orang yang menuduh ajaran seperti Barzanji atahu manaqib adalah perkara bid’ah, karena dengan demikian kita bisa tahu bahwa orang tersebut kurang literasi agama, dan sudah jelas terputusnya rantai ajaran agama dari ulama ulama terdahulu, karena mungkin dia hanya belajar dari ustad ustad instan yang lahir baru di zaman sekarang, yang pastinya tidak memiliki mata rantai atahu sanad ilmu yang berasambung ke ulama ulama terdahulu.