Pengertian Dzanni al-Wurud, Hujjah, Ibadah Ghaira Mahdhah, Ibadah Mahdhah, Manhaj, Mustasyabihat, Mutawatir
Jumat, 31 Januari 2020
Edit
Pengertian Dzanni al-Wurud, Hujjah, Ibadah Ghaira Mahdhah, Ibadah Mahdhah, Manhaj, Mustasyabihat, Mutawatir
1. Dzanni al-Wurud adalah dalil yang hanya meberi kesan yang kuat (sangkaan yang kuat) bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat al-Qur’an yang zhanni wurudnya, adapun hadits ada yang zhanni wurudnya, seperti hadits ahad. Dzanni wurud terkadang disebut dzanni tsubut.
2. Hujjah atau hujjat (bahasa arab: الحجة ) adalah istilah yang banyak digunakan di dalam al-Qur’an dan literatur islam, yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja “behujjah”diartikan sebagai “memberikan alasan-alasan”. Kadangkala kata hujjah disinonimkan dengan kata burham, yaitu argumentasi yang valid, sehingga dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan dipertanggungjawabkan kebenaranya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an:
قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِيْنَ
“katakanlah: “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika dia menghendaki, pasti memberi petunjuk kepada kamu semuanya”. (QS. al-An’am: 149)
Dari pengertian seperti itulah hujjah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hujjah naqliyyah dan hujjah ‘aqliyyah.
3. Ibadah Ghaira Mahdhah, yaitu ibadah yang disamping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainya. Seperti mengambil kebaikan dan kemanfaatan dari tradisi atau muamalah; kenduri, diniatkan oleh Allah taala. prinsip dalam ibadah ini, ada empat:
a. Keberadaan didasarkan atas tiadanya dalil yang melarang. Selama Allah dan rasul-Nya tidak melarang, maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan
b. Tatalaksanaanya tidak perlu berpola kepada contoh rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenali istilah “bid’ah”, atau jika ada yang menyebut bahwa segala hal yang tidak di pekerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehinnga jika menurut logika sehat adalah buruk, merugukan, dan madharat, maka tidak boleh di laksanakan.
d. Azasnya “manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
4. Ibadah Mahdhah ialah ibadah dalam arti sempet yaitu aktuvitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunya langsung oleh Allah dan Nabi. Ketentuan tersebut terkait cara, waktu, tempat, dan ukuranya. Syarat adalah yang perlu di penuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun adalah hal-hal, cara, tahapan, atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah. Contoh ibadah mahdhah: salat, puasa, dan haji.
5. Manhaj adalah konsep, kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap subyek atau disiplin ilmiyah, seperti kaidah-kaidah bahasa arab, ushul aqidah, ushul fiqh, dan ushul tafsir, di mana dengan ilmu-ilmu ini, pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Sedangkan manhaj al-fikr merupakan konsep, metodologi berfikir, pola pemikiran atau jalan pemikiran.
6. Mustasyabihat adalah lafadz yang maknanya samar, serupa, diragukan, irrasional, simpang siur, belum jelas makna dan maksudnya, dan mempunyai banyak ta’wil dan hanya Allah saja yang mengetahui maknanya yang pasti.
7. Mutawatir adalah riwayat (al-Qur’an atau hadits) yang disampaikan oleh banyak orang yang dinilai tidak mungkin mereka bersepakat untuk berbohong. Riwayat mutawatir ini secara langsung diterima sebagai kebenaran. Siapa yang menolak riwayat yang mutawatir dalam masalah agama, dia dinilai telah murtad, karena telah menolak sesuwatu yang dinilai benar dan tidak mungkin bohong. Riwayat mutawatir terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya: (a) mutawatir lafzi ; redaksi lafadznya sama. (b) mutawatir ma’nawi; ada makna yang sama walaupun dengan redaksi lafaz yang berbeda. (c) mutawatir ‘amali; amalnya sama.
1. Dzanni al-Wurud adalah dalil yang hanya meberi kesan yang kuat (sangkaan yang kuat) bahwa datangnya dari Nabi saw. Tidak ada ayat al-Qur’an yang zhanni wurudnya, adapun hadits ada yang zhanni wurudnya, seperti hadits ahad. Dzanni wurud terkadang disebut dzanni tsubut.
2. Hujjah atau hujjat (bahasa arab: الحجة ) adalah istilah yang banyak digunakan di dalam al-Qur’an dan literatur islam, yang bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja “behujjah”diartikan sebagai “memberikan alasan-alasan”. Kadangkala kata hujjah disinonimkan dengan kata burham, yaitu argumentasi yang valid, sehingga dihasilkan kesimpulan yang dapat diyakini dan dipertanggungjawabkan kebenaranya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an:
قُلْ فَلِلَّهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِيْنَ
“katakanlah: “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika dia menghendaki, pasti memberi petunjuk kepada kamu semuanya”. (QS. al-An’am: 149)
Dari pengertian seperti itulah hujjah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hujjah naqliyyah dan hujjah ‘aqliyyah.
3. Ibadah Ghaira Mahdhah, yaitu ibadah yang disamping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainya. Seperti mengambil kebaikan dan kemanfaatan dari tradisi atau muamalah; kenduri, diniatkan oleh Allah taala. prinsip dalam ibadah ini, ada empat:
a. Keberadaan didasarkan atas tiadanya dalil yang melarang. Selama Allah dan rasul-Nya tidak melarang, maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan
b. Tatalaksanaanya tidak perlu berpola kepada contoh rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenali istilah “bid’ah”, atau jika ada yang menyebut bahwa segala hal yang tidak di pekerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehinnga jika menurut logika sehat adalah buruk, merugukan, dan madharat, maka tidak boleh di laksanakan.
d. Azasnya “manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
4. Ibadah Mahdhah ialah ibadah dalam arti sempet yaitu aktuvitas atau perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunya langsung oleh Allah dan Nabi. Ketentuan tersebut terkait cara, waktu, tempat, dan ukuranya. Syarat adalah yang perlu di penuhi sebelum suatu kegiatan ibadah itu dilakukan. Sedangkan rukun adalah hal-hal, cara, tahapan, atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan ibadah. Contoh ibadah mahdhah: salat, puasa, dan haji.
5. Manhaj adalah konsep, kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap subyek atau disiplin ilmiyah, seperti kaidah-kaidah bahasa arab, ushul aqidah, ushul fiqh, dan ushul tafsir, di mana dengan ilmu-ilmu ini, pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur dan benar. Sedangkan manhaj al-fikr merupakan konsep, metodologi berfikir, pola pemikiran atau jalan pemikiran.

6. Mustasyabihat adalah lafadz yang maknanya samar, serupa, diragukan, irrasional, simpang siur, belum jelas makna dan maksudnya, dan mempunyai banyak ta’wil dan hanya Allah saja yang mengetahui maknanya yang pasti.
7. Mutawatir adalah riwayat (al-Qur’an atau hadits) yang disampaikan oleh banyak orang yang dinilai tidak mungkin mereka bersepakat untuk berbohong. Riwayat mutawatir ini secara langsung diterima sebagai kebenaran. Siapa yang menolak riwayat yang mutawatir dalam masalah agama, dia dinilai telah murtad, karena telah menolak sesuwatu yang dinilai benar dan tidak mungkin bohong. Riwayat mutawatir terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya: (a) mutawatir lafzi ; redaksi lafadznya sama. (b) mutawatir ma’nawi; ada makna yang sama walaupun dengan redaksi lafaz yang berbeda. (c) mutawatir ‘amali; amalnya sama.