Dalil Talqin Sesudah Pemakaman
Kamis, 12 Desember 2019
Edit
Dalil Talqin Sesudah Pemakaman
Mengurus jenazah atau mayit adalah kewajiban bagi kaum muslim yang masih hidup, mulai dari sakaratul maut, memandikan, mengkafani, mensholati, dan menguburkannya. Dalam lingkungan kaum muslimin kita sering melihat ketika selesai pemakaman ada prosesi talqin pemakaman, yaitu proses mengajari atau membimbing ahli kubur atas pertanyaan pertanyaan malaikat di kubur.
Talqin pemakaman menjadi salah satu ritual yang biasa di lakukan di kalangan masyarakat, hal tersebut menjadi polemik di kalangan umat, dikarenakan ada salah satu pihak yang berpendapat bahwa talqin pemakaman adalah suatu amalan yang tiada dasarnya atai bid’ah.
Perlu kita tahu, kebiasaan yang biasa dilakukan di masyarakat seperti talqin pemakaman, adalah sebuah amalan yang tidak semena mena di ciptakan, atau di ada adakan, melainkan talqin pemakaman memang ritual turun temurun dari sesepuh agama mulai sejak dahulu kala, sehingga di kalangan masyarakat dapat kita buktikan, amalan itu masih lestari dan dilaksanakan.
Untuk membuktikan hal itu memang tradisi turun temurun dari umat islam sebelumnya atau tidak, maka kita perlu tahu dan menggali tentang kebenaran hal tersebut, yang mana nanti hasilnya bisa membuktikan akan kebenaran siapa yang bisa dijadikan pegangan umat, dan bisa di laksanakan.
اِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ, فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ, فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ, ثُمَّ لِيَقُلْ: يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ, فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ,ثُمَّ يَقُوْلُ: يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُوْنَ فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِااللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًا, وَبِالْقُرْاَنِ اِمَامًا, فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ قَالَ فَيَنْسُبُهُ اِلَى حَوَّاءَ يَا فُلَانَ بْنِ حَوَّاءَ. رَوَاهُ الطَّبْرَانِيْ
Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulannah (sebutkan ibu orang yang mati, pent), sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudia berkata lagi: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent) sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent), sebab dia akan berkata: berilah kami petunjuk, semoga Allah merahmatimu, dan kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata: sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah Swt, Muhammad hamba da utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al-Qur ‘an menjadi imammu, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata: mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) disisi orang yang telah di talqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah menjadi hajij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya bukan Mungkar dan Nakir. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya, wahai Rasulallah, jika dia tidak tahu ibu si mayit? Maka Rasulallah menjawab: nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa. (HR. Thabrani).
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَسَوَّيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابَ فَلْيَقُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ: يَافُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ ثَانِيَةً فَاِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا ثُمَّ لِيَقُلْ يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ ثَالِثًا فَاِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللهُ وَلَكِنْ لَا تَسْمَعُوْنَ فَيَقُوْلُ اُذْكُرْمَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِا اللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَقُوْلَانِ مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَهُ وَقَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ اسْمَ أُمِّهِ؟ قَالَ فَلْيَنْسُبْهُ اِلَى حَوَّاءَ. رَوَاهُ أَبُوْ بَكْرٍ فِي الشَّافِي وَالطَّبْرَانِيْ وَابْنُ شَاهِيْنَ وَغَيْرُهُمْ. وَلِلطَّبْرَانِي أَوْ لِغَيْرِهِ فِيْهِ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ اتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللهِ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُوْرِ وَفِيْهِ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِااللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَنًا.
Rasulallah Saw bersabda “ketika salah satu kalian mati, maka ratakanlah tanahnya lalu berdirilah di atas kuburnya, kemudian berkata, “wahai Fulan bin Fulanah”, maka sungguh ia akan mendengar namun tidak menjawab. Lalu katakan, “wahai Fulan bin Fulanah” untuk kedua kalinya, maka sungguh ia akan duduk. Kemudian katakan, “wahai Fulan bin Fulanah” untuk ketiga kalinya, maka sungguh ia akan berkata “tunjukkanlah aku, semoga Allah mengasihimu”, tetapi kalian tidak mendengarnya. Selanjutnya ia berkata, “katakanlah apa yang engkau pegangi saa meninggalkan dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan engkau ridla dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, dan Al-Qur’an sebagai Imam, maka sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir akan berkata, “kami tidak akan duduk di sisinya, karena ia benar benar telah ditunjukkan hujjahnya” lalu seseorang bertanya, “ya Rasulallah, jika tidak kenal nama ibunya? Beliau menjawab, maka nisbatkan ia kepada Hawa’. (HR. Abu Bakar dalam Kitab Asy-Syafi, Ath-Tabrani, Ibn Hisyam dll.)
Dalam riwayat Ath-Thabrani dan lainnya terdapat redaksi, “dan bahwa syurga itu benar, bahwa neraka itu benar, bahwa kebangkitan itu hak, hari kiamat itu akan tiba dan tidak ada keraguan mengenainya, dan Allah akan membangkitkan para penghuni kubur. Dalam riwayat itu juga terdapat, “engkau ridla dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Ka’bah sebagai kiblat dan orang-orang mukmin sebagai saudara”. (Mansyur bin Yunus Al-Bahuti, Kasyful Qina’ ‘An matnil Iqna’).
وَلْأَصْلُ فِي التَّلْقِيْنِ مَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ: قُلْ اللهُ رَبِّي وَرَسُوْلُ اللهِ أَبِي وَالْاِسْلَامُ دِيْنِي, فَقِيْلَ لَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَنْتَ تُلَقِّنُهُ فَمَنْ يُلَقِّنُنَا؟ فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْاَخِرَةِ وَفِيْ رِوَايَةٍ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ وَقَالَ يَا بُنَيَّ اِنَّ الْقَلْبَ يَحْزَنُ وَالْعَيْنَ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يُسْخِطُ الرَّبَّ اِنَّالِهَِْا وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ يَا بُنَيَّ قُلْ اللهُ رَبِّيْ وَالْاِسْلَامِ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ أَبِيْ فَبَكَتْ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَمِنْهُمْ عُمَرُ حَتَّى ارْتَفَعَ صَوْتُهُ فَالْتَفَتَ الَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ مَا يُبْكِيْكَ يَا عُمَرُ؟ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ هَذَا وَلَدُكَ وَمَا بَلَغَ الْحُلُمَ وَلَا جَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَيَحْتَاجُ اِلَى تَلْقِيْنِ مِثْلِكَ تُلَقِّنُهُ التَّوْحِيْدَ فِي مِثْلِ هَذَا الْوَقْتِ فَمَا حَالُ عُمَرَ وَقَدْ بَلَغَ الْحُلُمَ وَجَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَلَيْسَ لَهُ مُلَقِّنٌ مِثْلُكَ؟ فَبَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَكَتْ الصَّحَابَةُ مَعَهُ وَنَزَلَ جِبْرِلُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْاَخِرَةِ يُرِيْدُ بِذَلِكَ وَقْتَ الْمَوْتِ أَيْ وَعِنْدَ وُجُوْدِ الْفَتَّانيْنَ وَعِنْدَ السُّؤَالِ فِي الْقَبْرِ فَتَلَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اْلاَيَةَ فَطَابَتْ الْأَنْفُسُ وَسَكَنَتْ الْقُلُوْبُ وَشَكَرُوْا اللهَ.
Dasar dalam talqin adalah sebuah riwayat bahwa sesungguhnya Nabi Saw ketika memakamkan Ibrahim beliau bersabda: “Katakanlah, Allah adalah Tuhanku, Rasulallah adalah ayahku dan Islam adalah agamaku”. Dikatakan kepada beliau, “Ya Rasulallah Saw engkau mentalqinnya, lalu siapa yang akan mentalqin kami? Maka Allah menurunkan firmah, Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. Dalam riwayat lain, bahwa sesungguhnya beliau ketika memakamkan putra beliau, Ibrahim, beliau berdiri di atas kuburnya lalu bersabda, “wahai putraku, hati sedang bersedih dan mata sedang menangis, janganlah mengatakan sesuatu yang menjadikan Allah murka. Sesungguhnya segalanya milik Allah, dan sungguh akan kembali kepada-Nya. Wahai putraku katakan Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku dan Rasulallah adalah ayahhku”. Para sahabat lalu menangis, diantaranya adalah Umar, hingga terdengar keras suaranya. Lalu Nabi menoleh ke arahnya dan berkata “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar? Umar menjawab “Ya Rasulallah, ini putramu, yang belum menginjak dewasa dan belum berlaku kepadanya pena (pencatat amal), namun telah butuh talqin orang sepertimu yang mentalqin tauhid seperti saat ini. Bagaimana dengan Umar, yang telah dewasa dan berlaku pena atasnya, sementara tidak ada orang yang mentalqin sepertimu?”. Maka Nabi pun menangis, dan para sahabat juga turut menangis bersama beliau. Lalu Jibril menurunkan Firman Allah, “Allah meneguhkan (Iman)orang orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. Yang dikehendaki dengan itu adalah pada saat kematian, maksudnya ketika terjadi fitnah-fitnah dan ketika pertanyaan kubur. Kemudian Nabi Saw membaca ayat itu, maka hati pun menjadi lega dan tentram serta mereka bersyukur kepada Allah. (Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi, Hasyiyyah Al-Bujairimi Ala Al-Khathib).
اذا سوي على الميت قبره وانصرف الناس عنه كانوا يستحبون ان يقال للميت عند قبره يافلان قل لا اله الا الله اشهد ان لا اله الا الله ثلاث مرات يافلان قل ربي الله ودينى الاسلام ونبي محمد ثم ينصرف (رواه سعيد بن منصور في سننه).
Apabila telah diratakan atas mayit akan kuburnya dan telah berpaling manusia dari padanya adalah mereka para sahabat mengistihbabkan (menyunatkan) bahwa dikatakan bagi mayit pada kuburnya: ya Fulan: katakanlah La ilaha Illallah, tiga kali. Hai Fulan katakanlah: Tuhanku Allah, Agamaku Islam dan Nabiku Muhammad Saw, kemudian berpalinglah ia. (Diriwayatkan Oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya, periwayat Rosyid bin Sa’ad dari Dlamrah bin Habib, dan Dari Hakim bin Umari).
Dari beberapa dalil di atas, membuktikan bahwa Talqin Sesudah Pemakaman memang ada sejak dulu, yang mana turun temurun lewat ulama ulama dan tokoh agama hingga sampai saat ini, maka dari itu, mari kita jaga dan kita lestarikan Talqin Sesudah Pemakaman agar ajaran ulama ulama kita tetap dirasakan oleh generasi generasi mendatang, karena hikmah dan tujuannya sangat jelas bermanfaat buat ahli kubur dan orang yang masih hidup.
Mengurus jenazah atau mayit adalah kewajiban bagi kaum muslim yang masih hidup, mulai dari sakaratul maut, memandikan, mengkafani, mensholati, dan menguburkannya. Dalam lingkungan kaum muslimin kita sering melihat ketika selesai pemakaman ada prosesi talqin pemakaman, yaitu proses mengajari atau membimbing ahli kubur atas pertanyaan pertanyaan malaikat di kubur.
Talqin pemakaman menjadi salah satu ritual yang biasa di lakukan di kalangan masyarakat, hal tersebut menjadi polemik di kalangan umat, dikarenakan ada salah satu pihak yang berpendapat bahwa talqin pemakaman adalah suatu amalan yang tiada dasarnya atai bid’ah.
Perlu kita tahu, kebiasaan yang biasa dilakukan di masyarakat seperti talqin pemakaman, adalah sebuah amalan yang tidak semena mena di ciptakan, atau di ada adakan, melainkan talqin pemakaman memang ritual turun temurun dari sesepuh agama mulai sejak dahulu kala, sehingga di kalangan masyarakat dapat kita buktikan, amalan itu masih lestari dan dilaksanakan.
Untuk membuktikan hal itu memang tradisi turun temurun dari umat islam sebelumnya atau tidak, maka kita perlu tahu dan menggali tentang kebenaran hal tersebut, yang mana nanti hasilnya bisa membuktikan akan kebenaran siapa yang bisa dijadikan pegangan umat, dan bisa di laksanakan.
اِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ اِخْوَانِكُمْ, فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ, فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ, ثُمَّ لِيَقُلْ: يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ, فَاِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلَا يُجِيْبُ ,ثُمَّ يَقُوْلُ: يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا ثُمَّ يَقُوْلُ يَافُلَانَ بْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللهُ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُوْنَ فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِااللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًا, وَبِالْقُرْاَنِ اِمَامًا, فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ: انْطَلِقْ بِنَا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُ دُوْنَهُمَا فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ قَالَ فَيَنْسُبُهُ اِلَى حَوَّاءَ يَا فُلَانَ بْنِ حَوَّاءَ. رَوَاهُ الطَّبْرَانِيْ
Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulannah (sebutkan ibu orang yang mati, pent), sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudia berkata lagi: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent) sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi: wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent), sebab dia akan berkata: berilah kami petunjuk, semoga Allah merahmatimu, dan kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata: sebutlah sesuatu yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah Swt, Muhammad hamba da utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al-Qur ‘an menjadi imammu, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata: mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) disisi orang yang telah di talqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah menjadi hajij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya bukan Mungkar dan Nakir. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya, wahai Rasulallah, jika dia tidak tahu ibu si mayit? Maka Rasulallah menjawab: nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa. (HR. Thabrani).
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَسَوَّيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابَ فَلْيَقُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ ثُمَّ لْيَقُلْ: يَافُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ فَاِنَّهُ يَسْمَعُ وَلَا يُجِيْبُ ثُمَّ لْيَقُلْ يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ ثَانِيَةً فَاِنَّهُ يَسْتَوِيْ قَاعِدًا ثُمَّ لِيَقُلْ يَا فُلَانُ ابْنَ فُلَانَةَ ثَالِثًا فَاِنَّهُ يَقُوْلُ أَرْشِدْنَا يَرْحَمْكَ اللهُ وَلَكِنْ لَا تَسْمَعُوْنَ فَيَقُوْلُ اُذْكُرْمَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِا اللهِ رَبًّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَبِالْقُرْاَنِ اِمَامًا فَاِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَقُوْلَانِ مَا يُقْعِدُنَا عِنْدَهُ وَقَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَاِنْ لَمْ يَعْرِفْ اسْمَ أُمِّهِ؟ قَالَ فَلْيَنْسُبْهُ اِلَى حَوَّاءَ. رَوَاهُ أَبُوْ بَكْرٍ فِي الشَّافِي وَالطَّبْرَانِيْ وَابْنُ شَاهِيْنَ وَغَيْرُهُمْ. وَلِلطَّبْرَانِي أَوْ لِغَيْرِهِ فِيْهِ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ اتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللهِ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُوْرِ وَفِيْهِ وَأَنَّكَ رَضِيْتَ بِااللهِ رَبَّا وَبِالْاِسْلَامِ دِيْنَا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَنًا.
Rasulallah Saw bersabda “ketika salah satu kalian mati, maka ratakanlah tanahnya lalu berdirilah di atas kuburnya, kemudian berkata, “wahai Fulan bin Fulanah”, maka sungguh ia akan mendengar namun tidak menjawab. Lalu katakan, “wahai Fulan bin Fulanah” untuk kedua kalinya, maka sungguh ia akan duduk. Kemudian katakan, “wahai Fulan bin Fulanah” untuk ketiga kalinya, maka sungguh ia akan berkata “tunjukkanlah aku, semoga Allah mengasihimu”, tetapi kalian tidak mendengarnya. Selanjutnya ia berkata, “katakanlah apa yang engkau pegangi saa meninggalkan dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan engkau ridla dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, dan Al-Qur’an sebagai Imam, maka sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir akan berkata, “kami tidak akan duduk di sisinya, karena ia benar benar telah ditunjukkan hujjahnya” lalu seseorang bertanya, “ya Rasulallah, jika tidak kenal nama ibunya? Beliau menjawab, maka nisbatkan ia kepada Hawa’. (HR. Abu Bakar dalam Kitab Asy-Syafi, Ath-Tabrani, Ibn Hisyam dll.)
Dalam riwayat Ath-Thabrani dan lainnya terdapat redaksi, “dan bahwa syurga itu benar, bahwa neraka itu benar, bahwa kebangkitan itu hak, hari kiamat itu akan tiba dan tidak ada keraguan mengenainya, dan Allah akan membangkitkan para penghuni kubur. Dalam riwayat itu juga terdapat, “engkau ridla dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Ka’bah sebagai kiblat dan orang-orang mukmin sebagai saudara”. (Mansyur bin Yunus Al-Bahuti, Kasyful Qina’ ‘An matnil Iqna’).
وَلْأَصْلُ فِي التَّلْقِيْنِ مَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمَّا دَفَنَ اِبْرَاهِيْمَ قَالَ: قُلْ اللهُ رَبِّي وَرَسُوْلُ اللهِ أَبِي وَالْاِسْلَامُ دِيْنِي, فَقِيْلَ لَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَنْتَ تُلَقِّنُهُ فَمَنْ يُلَقِّنُنَا؟ فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْاَخِرَةِ وَفِيْ رِوَايَةٍ أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم لَمَّا دَفَنَ وَلَدَهُ اِبْرَاهِيْمَ وَقَفَ عَلَى قَبْرِهِ وَقَالَ يَا بُنَيَّ اِنَّ الْقَلْبَ يَحْزَنُ وَالْعَيْنَ تَدْمَعُ وَلَا نَقُوْلُ مَا يُسْخِطُ الرَّبَّ اِنَّالِهَِْا وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ يَا بُنَيَّ قُلْ اللهُ رَبِّيْ وَالْاِسْلَامِ دِيْنِي وَرَسُوْلُ اللهِ أَبِيْ فَبَكَتْ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَمِنْهُمْ عُمَرُ حَتَّى ارْتَفَعَ صَوْتُهُ فَالْتَفَتَ الَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ مَا يُبْكِيْكَ يَا عُمَرُ؟ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ هَذَا وَلَدُكَ وَمَا بَلَغَ الْحُلُمَ وَلَا جَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَيَحْتَاجُ اِلَى تَلْقِيْنِ مِثْلِكَ تُلَقِّنُهُ التَّوْحِيْدَ فِي مِثْلِ هَذَا الْوَقْتِ فَمَا حَالُ عُمَرَ وَقَدْ بَلَغَ الْحُلُمَ وَجَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَلَيْسَ لَهُ مُلَقِّنٌ مِثْلُكَ؟ فَبَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَكَتْ الصَّحَابَةُ مَعَهُ وَنَزَلَ جِبْرِلُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْاَخِرَةِ يُرِيْدُ بِذَلِكَ وَقْتَ الْمَوْتِ أَيْ وَعِنْدَ وُجُوْدِ الْفَتَّانيْنَ وَعِنْدَ السُّؤَالِ فِي الْقَبْرِ فَتَلَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اْلاَيَةَ فَطَابَتْ الْأَنْفُسُ وَسَكَنَتْ الْقُلُوْبُ وَشَكَرُوْا اللهَ.
Dasar dalam talqin adalah sebuah riwayat bahwa sesungguhnya Nabi Saw ketika memakamkan Ibrahim beliau bersabda: “Katakanlah, Allah adalah Tuhanku, Rasulallah adalah ayahku dan Islam adalah agamaku”. Dikatakan kepada beliau, “Ya Rasulallah Saw engkau mentalqinnya, lalu siapa yang akan mentalqin kami? Maka Allah menurunkan firmah, Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. Dalam riwayat lain, bahwa sesungguhnya beliau ketika memakamkan putra beliau, Ibrahim, beliau berdiri di atas kuburnya lalu bersabda, “wahai putraku, hati sedang bersedih dan mata sedang menangis, janganlah mengatakan sesuatu yang menjadikan Allah murka. Sesungguhnya segalanya milik Allah, dan sungguh akan kembali kepada-Nya. Wahai putraku katakan Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agamaku dan Rasulallah adalah ayahhku”. Para sahabat lalu menangis, diantaranya adalah Umar, hingga terdengar keras suaranya. Lalu Nabi menoleh ke arahnya dan berkata “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar? Umar menjawab “Ya Rasulallah, ini putramu, yang belum menginjak dewasa dan belum berlaku kepadanya pena (pencatat amal), namun telah butuh talqin orang sepertimu yang mentalqin tauhid seperti saat ini. Bagaimana dengan Umar, yang telah dewasa dan berlaku pena atasnya, sementara tidak ada orang yang mentalqin sepertimu?”. Maka Nabi pun menangis, dan para sahabat juga turut menangis bersama beliau. Lalu Jibril menurunkan Firman Allah, “Allah meneguhkan (Iman)orang orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. Yang dikehendaki dengan itu adalah pada saat kematian, maksudnya ketika terjadi fitnah-fitnah dan ketika pertanyaan kubur. Kemudian Nabi Saw membaca ayat itu, maka hati pun menjadi lega dan tentram serta mereka bersyukur kepada Allah. (Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi, Hasyiyyah Al-Bujairimi Ala Al-Khathib).

اذا سوي على الميت قبره وانصرف الناس عنه كانوا يستحبون ان يقال للميت عند قبره يافلان قل لا اله الا الله اشهد ان لا اله الا الله ثلاث مرات يافلان قل ربي الله ودينى الاسلام ونبي محمد ثم ينصرف (رواه سعيد بن منصور في سننه).
Apabila telah diratakan atas mayit akan kuburnya dan telah berpaling manusia dari padanya adalah mereka para sahabat mengistihbabkan (menyunatkan) bahwa dikatakan bagi mayit pada kuburnya: ya Fulan: katakanlah La ilaha Illallah, tiga kali. Hai Fulan katakanlah: Tuhanku Allah, Agamaku Islam dan Nabiku Muhammad Saw, kemudian berpalinglah ia. (Diriwayatkan Oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya, periwayat Rosyid bin Sa’ad dari Dlamrah bin Habib, dan Dari Hakim bin Umari).
Dari beberapa dalil di atas, membuktikan bahwa Talqin Sesudah Pemakaman memang ada sejak dulu, yang mana turun temurun lewat ulama ulama dan tokoh agama hingga sampai saat ini, maka dari itu, mari kita jaga dan kita lestarikan Talqin Sesudah Pemakaman agar ajaran ulama ulama kita tetap dirasakan oleh generasi generasi mendatang, karena hikmah dan tujuannya sangat jelas bermanfaat buat ahli kubur dan orang yang masih hidup.