Dalil Tabur Bunga Di Kuburan (Nyekar)

Dalil Tabur Bunga Di Kuburan (Nyekar)

Tidak asing buat kita semuanya, yaitu melihat taburan bunga atau sekaran bunga di atas kuburan, hal demikian sering dilakukan oleh warga ketika selesai pemakaman atau ketika ziarah ke makam keluarganya atau lainnya.

Dikalangan masyarakat hal tersebut merata dilakukan, karena selain hal tersebut turun temurun sejak dahulu kala, ternyata menabur Bunga di atas kubur atau nyekar memang mempunya landsan yang jelas dari Islam, sehingga hal tersebut layak untuk di lesatarikan dan di jaga, agar tetap di lakukan masyarakat hingga turun temurun ke generasi mendatang.

 Menabur bunga di atas makam atau kuburan atau yang sering di sebut nyekar dilandaskan dalil berikut ini:

وَفِي أُخْرَى لِابْنِ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كُنَّا نَمْشِي مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَمَرَرْنَا عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَامَ فَقُمْنَا مَعَهُ فَجَعَلَ لَوْنُهُ يَتَغَيَّرُ حَتَّى رَعَدَ كُمُّ قَمِيْصِهِ فَقُلْنَا مَا لَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَقَالَ أَمَا تَسْمَعُوْنَ مَا أَسْمَعُ فَقُلْنَا وَمَا ذَاكَ يَانَبِيَّ اللهِ قَالَ هَذَانِ رَجُلَانِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُوْرِهِمَا عَذَابًا شَدِيْدًا فِي ذَنْبٍ هَيِّنٍ أَيْ فِي ظَنِّهِمَا أَوْ هَيِّنٍ عَلَيْهِمَا اجْتِنَابُهُ قُلْنَا فَبِمَ ذَاكَ قَالَ كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَنْزِهُ مِنْ الْبَوْلِ وَكَانَ الْاَخَرُ يُؤْذِي النَّاسَ بِلِسَانِهِ وَيَمْشِيْ بَيْنَهُمْ بِالنِّمِيْمَةِ فَدَعَا بِجَرِيْدَتَيْنِ مِنْ جَرَائِدِ النَّخْلِ فَجَعَلَ فِي كُلِّ قَبْرِ وَاحِدَةً قُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَهَلْ يَنْفَعُهُمْ ذَلِكَ قَالَ نَعَمْ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ. (رواه ابن حبان).

Riwayat Ibn Hiibbahn yang lain dalam kitab Shahihnya, dari Abi Hurairah ra “kami berjalan bersama Rasulallah Saw, lalu kami melewati dua kuburan, beliau berdiri dan kamipun turut berdiri, lalu aura beliau menjadi berubah hingga gemetar lengan baju beliau, kemudia kami bertanya “apa yang terjadi dengan engkau wahai Rasulallah?” beliau menjawab, “apa kalian tak mendengar apa yang aku dengar?” kami menjawab “apakah gerangan itu, wahai Nabi Allah” beliau menjawab, “dua laki laki ini disiksa di dalam kuburnya dengan siksa yang berat karena dosa yang ringan”, maksudnya, ringan dalam anggapan kaduanya, atau ringan bagikeduanya untuk menjahuinya, kami bertanya, “lantaran apakah hal itu?” beliau menjawab, “salah satunya tidak menjaga kebersihan dari air kencing dan lainnya menyakiti manusia dengan lisannya serta berjalan diantara manusia dengan adu domba”. Kemudian beliau meminta dua pelepah kurma, lalu meletakkan di masing masing kuburan. Kami bertanya, “ya Rasulallah, apa hal itu bermanfaat baginya?” beliau menjawab, “ya, itu akan meringankan kedua orang itu selama kedua pelepah itu masih basah”. (HR. Ibn Hibban).

عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ مَرَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ أَوِ الْمَكَّةَ فَسَمِعَ صَوْتَ اِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قَبْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدَهُمَا لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الاَخَرُ يَمْشِيْ بِالنَّمِيْمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيْدَةٍ فَكَسَرَهَا كَسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كَسْرَةً فَقِيْلَ لَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لِمَا فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ صلى الله عليه وسلم لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ تَيْبَسَا. (رواه البخاري).

Dari Ibn Umar berkata, Rasulallah Saw berjalan melewati tembok di Madinah atau Makkah kemudian mendengar suara dua orang yang diadzab di dalam kuburnya. Lalu Nabi Saw bersabda, “keduanya disiksa, dan idaklah keduanya disiksa karena dosa besar”, lalu bersabda lagi, “demikianlah, salah satunya karena tidak menutupi dari air kencingnya dan yang lain berjalan dengan mengadu domba”. Kemudian beliau meminta pelepah kurma, lalu meletakkannya ke masing masing kuburan keduanya. Lalu beliau membelahnya mejadi dua, lalu meletakkannya ke masing msing kuburan keduanya. Lalu beliau ditanya, “ya Rasulallah, kenapa engkau melakukan hal ini? Beliau Saw menjawab , “semoga akan meringankan keduanya selama kedua pelepah itu belum kering”. (HR. Bukhari).

Dari hadist tersebut, para ulama ulama memperjelasnya dan memberikan pemahaman tentang perihal menabur Bunga di atas makam atau nyekar, sebagaimana berikut ini:

ويسن أيضا وضع الجريد الأخضر على القبر وكذا الريحان ونحوه من الشيء الرطب ولا يجوز للغير أخذه من على القبر قبل يبسه لأن صاحبه لم يعرض عنه الا عند يبسه لزوال نفعه الذي كان فبه وقت رطوبته وهو الاستغفار (و) أن يوضع (عند رأسه حجر أو خشبة)  أو نحن ذلك لأنه صلى الله عليه وسلم وضع عند رأس عثمان بن مظعون صخرة وقال أتعلم بها قبر أخي لأدفن اليه من مات من أهلى رواه أبو داود وعن الماوردي استحباب ذلك عند رجليه أيضا.

Disunnahkan menaruh pelepah kurma hijau (basah) di atas kuburan, begitu juga tumbuh tumbuhan yang berbau harum dan semacamnya yang masih basah dan tidak boleh bagi orang lain mengambilnya dari atas kuburan sebelum masa keringnya, karena pemilik tidak aka berpaling darinya kecuali setelah kering sebab telah hilangnya fungsi penaruhan benda benda tersebut dimana selagi benda tersebut masih basah maka akan terus memohonkan ampunan padanya, dan hendaknya ditaruh batu, atau sepotong kayu atau yang semacamnya dekat kepala kuburan mayat karena Nabi Muhammad Saw meleakkan sebuah batu besar didekat kepada Ustman Bin Madz’un seraya berkata: “Aku tandai dengan batu kuburan saudaraku agar aku kuburkan siapa saja yang meninggal dari keluargaku”. (HR, Abu Daud), menurut Imam Mawardi kesunnahan meletakkan tanda tersebut juga berlaku di dekat kedua kaki mayat”. (Mughni Al-Muhataaj Juz 1 hal 364).

Manfaat dari Menabur Bunga Di atas Makam dijelaskan dalam kitab berikut ini:

الخامس قيل في أمر الجريدة التي شقها  اثنتين فوضعها على القبرين وقوله صلى الله عليه وسلم لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا اشارة الى أن النبات يسبح ما دام رطبا فاذا حصل التسبيح بحضرة الميت حصلت له بركته فلهذا اختص بحالة الرطوبة.

Kelima, diucapkan dalam masalah jaridah atau pelepah yang dibelah dua dan dutaruh di atas dua kuburan. Ucapan Nabi Saw “Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya beluam kering”. Ini merupakan isyarah atau petunjuk bahwa tumbuhan membaca tasbih selama basah, maka tatkala hasil tasbih di hadapan mayit, maka hasil juga barokahnya pada mayit, karena ini maka khusus hasil keberkahan bagi mayit pada tumbuhan yang masih basah. (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatil Ahkam).

والدليل ما ورد في الحديث الصحيح من وضعه عليه الصلاة والسلام الجريدة الخضراء, بعد شقها نصفين على القبرين اللذين يعذبان وتعليله بالتخفيف عنهما ما لم ييبسا أي يخفف عنهما ببركة تسبيحهما اذ هو أكمل من تسبيح اليابس لما في الأخضر من نوع حياة.

Dalilnya adalah riwayat dalah hadisr shahih yang menyebutkan bahwa Rasulallah Saw meletakkan dahan hijau yang segar setelah membelahnya menjadi dua bagian di atas dua makam yang ahli kuburnya sedang disiksa. Tujuan peletakan dahan basah ini adalah peringanan siksa keduanya selagi kedua dahan itu belum kering, yaitu diringankan keduanya dengan berkah tasbih kedua dahan tersebut. Pasalnya, tasbih dahan basah lebih sempurna daripada tasbih dahan kering karena hijau segar mengandung daya hidup. (Lihat Syaikh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Beirut, Darul Fikr, tanpa catatan tahun, Cetakan ke Empat, Juz 2, Halaman 672).

وَيُسَنُّ وَضْعُ الْجَرِيْدِ الْأَخْضَرِ عَلَى الْقَبْرِ وَكَذَا الرَّيْحَانُ وَنَحْوُهُ مِنْ الشَّيْءِ الرَّطْبِ.

Pelatakan dahan pohon yang masih segar di atas kubur disunnahkan. Demikian pula benda benda yang mengandung aroma yang sedap atau serupa dari zat yang basah, segar (aneka flora). (Lihat As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah 1996M / 1417H, setakan pertama, Juz 2 Halaman 570-571).

وَلَا يَجُوْزُ لِلْغَيْرِ أَخْذُهُ مِنْ عَلَى الْقَبْرِ قَبْلَ يُبْسِهِ لِأَنَّ صَاحِبَهُ لَمْ يُعْرِضْ عَنْهُ اِلَّا عِنْدَ يُبْسِهِ لِزَوَالِ نَفْعِهِ الَّذِيْ كَانَ فِيْهِ وَقْتَ رُطُوْبَتِهِ وَهُوَ الاِسْتِغْفَارُ.

Orang lain tidak boleh mengambilnya (memindahkannya) dari atas kubur sebelum mengering karena ahli kubur hanya berpaling darinya ketika dahan itu mengering karena kehilangan unsur manfaatnya yang ada seketika masih hijau segar, yaitu istighfar (untuk ahli kubur tersebut). (Lihat As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Tuhfatul Habib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah 1996M/1417H, Cetakan Petama, Juz 2, Halaman 570-571).

Dalil Tabur Bunga Di Kuburan (Nyekar)


وَهُوَ الاِسْتِغْفَارُ أَيْ مِنْ الْمَلَائِكَةِ وَأَمَّا هُوَ فَيُسَبِّحُ سَوَاءٌ كَانَ رَطْبًا أَوْ يَابِسًا لَكِنَّ تَسْبِيْحَ الرَّطْبِ أَكْثَرُ مِنْ الْيَابِسِ وَيُصَرِّحُ بِهِ مَا وَرَدَ اِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَسْتَغْفِرُ لَهُ لَكِنَّ ظَاهِرَ كَاَطمِ الشَّارِحِ أَنَّ الاِسْتِغْفَارَ مِنْ الْجَرِيْدِ فَيُحَرَّرُ.

Unsur manfaat itu adalah istigfar dari malaikat, malaikat sebenarnya bertasbih (untuk ahli kubur) ketika dahan itu basah maupun kering. Tetapi tasbih malaikat saat dahan basah lebih banyak daripada saat dahan mengering. Hal ini didukung secara lugas oleh riwayat hadist, “Sungguh malaikat memintakan ampun bagi ahli kubur”. Tetapi teks penulis syarah (Al-Khatib) secara lahiriyah dipahami bahwa permintaan ampun itu datang dari dahan basah tersebut. Hal ini dapat di uraikan. (Lihat Al-Bujairimi, tuhfatul Habib Alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah 1996M/1417H, Cetakan Pertama, Juz 2, Halaman 571).

Dari sekian banyak dalil dan kutipan kitab kitab para ulama, kita bisa mengerti bahwa Menabur Bunga Di Kuburan, atau nyekar adalah sebuah amaliah yang memiliki landasan yang jelas dan kuat, bahkan telah terbukti hal tersebut ada dari turun temurunnya dari sejak dulu hingga di jaman sekarang, yang mana manfaatnya jelas bagi ahli kubur.

Maka dari itu, mari tetap kita lestarikan Tabur Bunga Di Kuburan (Nyekar) ini, mungkin saat ini kita masih hidup kita yang menaburi kuburan saudara kita, mungkin suatu saat kitalah yang membutuhkan taburan bunga di atas kuburan kita.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel