Dalil Membangun Kuburan

Dalil Membangun Kuburan 

Gambaran Dasar Hukum Keharaman Membangun Kuburan.

Pada dasarnya membangun kuburan (menembok atas kuburan) memiliki khilafiah di kalangan ulama, sebagian menyatakan haram, mubah, makruh dengan landasan yang masing masing kuat sesuai unsurnya.

Pada pembahasan kali ini, kami akan memaparkan beberapa pandangan sehingga pembaca paham betul dimana letak hukum yang berlaku dan bisa kita gunakan, agar masing masing khilafiah atau perbedaan pendapat tidak menjadikan perselisihan yang mana tidak baik menurut agama. Khilafiah adalah bukti bahwa masing masing pendapat belum menemukan titik temu dan penyelaras, sehingga hal itu seolah perbedaan dan mempunya kesalahan di masing masing argument.

Keharaman membangun makan menurut pendapat yang mengharamkan dilandaskan dengan hadist Nabi yang bermakna pelarangan membangun bangunan di atas Kuburan , dalil itu tentu tidak bisa dimakan mentah (tekstual) seperti itu, karena pada hakikatnya sebuah hukum pasti diikuti unsur alasan yang menjadi penetap hukumnya.

Setelah digali dari segi keharamannya ternyata keharaman membangun bangunan di atas Kuburan  tersebut berdasarkan unsur bukan tanah pribadi, atau jika di peKuburan an umum (buat orang banyak) terjadinya penyempitan lahan peKuburan an, yang mana tanah tersebut masih dalam hak umum yang suatu saat jika Kuburan  sudah lama biasa di tanami kuburan baru.

وكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلاحاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل.

Dan makruh membangun kuburan tanpa ada hajat misalnya takut dibongkar, atau takut dibongkar hewan buas, atau takut rusak oleh banjir karena telah shohih larangan itu. (Fathul Muin).

Dari gambaran unsur alasan di atas itulah, status fiqih yang menyatakan hukum haram terhadap membangun bangunan diatas Kuburan  berlaku, karena memang unsur keharamannya sudah terpenuhi.

Gambaran Dasar Hukum Makruh Membangun Kuburan.

Hukum haram menjadi hukum makruh, tentunya jika unsur unsur dari kacamata fiqih yang mengharamkan sudah tidak menyertai, kemakruhan membangun bangunan diatas Kuburan  didasarkan dengan unsur ketidak adaannya tujuan membangun kuburan, walaupun sudah terlepas dari hukum haram.

Ketidak adanya tujuan membangun kuburan tersebut, dapat di kategorikan pemborosan, hal itu tentu menjadi unsur utama kemakruhan atas pembangunan kuburan, walaupun sudah terlepas dari unsur unsur yang mengharamkan pembangunan kuburan.
ومحل كراهة البناء اذا كان بملكه فان كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحن قبه عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه.

Makruhnya membangun ini jika ditanah milik sendiri, adapun jika membangun kubur ini tanpa ada hajat sebagaimana yang disebutkan, atau membangun kubah di kuburan yang disediakan umum yaitu yang biasanya penduduk kampung menguburkan disitu baik diketahui orang yang menyediakan Kuburan  tersebut ataupun tidak, atau membangun kuburan dipeKuburan an yang diwaqofkan maka haram hukumnya membangun kubu tersebut dan wajib di bongkar karena bangunan sifatnya langgeng setelah hancurnya mayat dan bisa menjadikan sempit bagi muslimin lainnya tanpa ada tujuan sama sekali. (Fathul Muin).

NB. Tanah milik sendiri maksudnya adalah tanah hak kita, entah hasil beli, atau dapat warisan (intinya hak kita).

Dari gambaran diatas, intinya jika kita sudah terlepas dari hukum haram, maka akan makruh membangun kuburan jika tanpa adanya tujuan dalam memabangun itu.

Gambaran Dasar Kebolehan Membangun Kuburan 

Hukum membangun makan menjadi boleh, pastinya karena sudah tidak disertai unsur unsur yang mengharamkan dan mamakruhkan, lantas apa saja unsur alasan yang membolehkan membangun Kuburan ?, mari kita simak keterangan kitab berikut ini:

وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحن هم. برماوي وعبارة الرحماني نعم قبور الصالحين يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك. قال الحلبي: ولو في مسبلة وأفتى به وقد أمر به الشيخ الزيادي مع ولا يته وكل ذلك لم يرتضه شيخنا الشوبري وقال: الحق خلافة وقد أفتى العز بن عبد السلام بهدم ما في القرافة.

Al-Bujairomi berkata: “sebaigian ulama mengecualikan kuburan para Nabi, para Wali, orang yang mati syahid, orang orang sholih dan semisal mereka”. (maksudnya kalau kuburan mereka maka tidak makruh dibangun). Ibarot dari Ar-Rohmani adalah: “memang benar kuburan makruh dibangun, tapi kuburan orang orang sholih boleh dibangun walaupun kubbah, tujuannya untuk menghidupkan ziarah dan tabarruk”. Al-Halbi berkata: “walaupun memabangun kuburan sholihin tersebut di tanah peKuburan an umum atau tanah yang disediakan untuk kuburan umum”. (maksudnya walaupun kuburan sholihin di peKuburan an umumpun tidak haram dibangun). Dan Al-Halbi berfatwa dengannya dan syaikh Az-Ziyadi juga memerintahkan hal tersebut, beserta kekuasaanya, tetapi semua itu guruku As-Syubari tidak meridloinya, beliau berkata: “yang benar tidaklah seperti itu (membangun kuburan sholihin yang di peKuburan an umum). Syaikh Abdis Salam telah berfatwa untuk menghancurkan apa yang ada di qurofah. (Ianatut Thalibin, syarah Fathul Muin).

Dalil Membangun Kuburan

Selain itu, dasar kebolehan membangun makan juga dapat diperkuat dengan dalil berikut ini, yang mana memberikan keterangan membangun Kuburan  adalah sebagai penanda kuburan.

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَرَكَ عِنْدَ رَأْسِ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُوْنٍ صَخْرَةً وَقَالَ نُعَلِّمُ عَلَى قَبْرِ أَخِيْ لِأَدْفِنَ اِلَيْهِ مَنْ مَاتَ. (رواه أبو داود والبيهقي).

Sesungguhnya Nabi Saw meninggalkan sebuah batu di kepala Ustman Bin Madz’un dan bersabda, “Aku beri tanda di atas kubur saudaraku, karena aku akan mengubur bersamanya orang-orang yang telah mati”. (HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi).

عَنْ جَعْفَرَ ابْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَشَّ عَلَى قَبْرِ ابْنِهِ اِبْرَاهِيْمَ وَوَضَعَ عَلَيْهِ حَصْبَاءَ. (رواه الشافعي)

Dari Ja’far ibn Muhammad dari ayahnya sesungguhnya Rasulallah Saw menyiram kubur putranya, Ibrahim dan meletakkan batu kerikil di atasnya. (As-Syafi’i)

Dari penjelasan kitab kitab di atas, sangat jelas, bahwa pada dasarnya semua hukum yang di fatwakan oleh para ulama ulama pasti memiliki unsur alasan sebagai penunjang fatwanya, mulai dari pendapat haram, makruh, mubah, bahkan di anjurkan, pasti menyandang unsur alasan yang mana bisa merubah status hukum secara fiqih.

Semoga penjelasan di atas bisa memberikan gambaran kepada kita semua dan memberikan pemahaman yang benar benar bisa bermanfaat di masyarakat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel