Dalil Hukum Tahlilan (Kupas Tuntas)
Selasa, 24 Desember 2019
Edit
Dalil Hukum Tahlilan (Kupas Tuntas)
Tahlilan memiliki banyak pandangan di kalangan masyarakat, ada yang berpendapat tahlilan adalah kirim bacaan qur’an kepada mayit, ada yang berpendapat selamatan 3, 7, 40, 100 hari kematian, ada yang berpendapat tahlilan sebuah yasinan kematian, dan masih banyak lagi lainnya.
Perlu kita ketahui, tahlilan adalah konsep dari berbagai pendapat yang seperti di sebutkan di paragraf pertama tadi, jadi tahlilan hanya penyebutan dari konsep yang di dalamnya berisi urutan urutan mulai dari kirim bacaan qur’an, sedekah, dll, yang di khususkan kepada almarhum amarhumah sesuai dengan landasan dalil dalil, penyebutan nama menjadi tahlilan karena urutan bacaan yang paling banyak dibaca dan kalimat yang paling agung adalah kalimat tahlil (lailaha ilallah).
اَلْعَادَةُ الْجَارِيَةُ فِي بَعْضِ الْبُلْدَانِ مِنَ الْاِجْتِمَاعِ فِي الْمَسْجِدِ لِتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ عَلَى الْأَمْوَاتِ وَكَذَلِكَ فِي الْبُيُوْتِ وَسَائِرِ الْاِجْتِمَاعَاتِ الَّتِي لَمْ تَرِدْ فِي الشَّرِيْعَةِ لَا شَكَّ اِنْ كَانَتْ خَالِيَةُ عَنْ مَعْصِيَةٍ سَالِمَةً مِنَ الْمُنْكَرَاتش فَهِيَ جَائِزَةٌ لِأَنَّ الْاِجْتِمَاعَ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ بِنَفْسِهِ لَا سِيَّمَا اِذَا كَانَ لِتَحْصِيْلِ طَاعَةٍ كَالتِّلَاوَةِ وَنَحْوِهَا وَلَا يُقْدَحُ فِي ذَلِكَ كَوْنُ تِلْكَ التِّلَاوَةِ مَجْعُوْلَةً لِلْمَيِّتِ فَقَدْ وَرَدَ جِنْسُ التِّلَاوَةِ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْمُجْتَمِعِيْنَ كَاَل فِي حَدِيْثِ اِقْرَأُوْا يَسۤ عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ تِلَاوَةِ يَسۤ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيْتِ اَوْ عَلَى قَبْرِهِ وَبَيْنَ تِلَاوَةِ جَمِيْعِ الْقُرْاَنِ أَوْ بَعْضِهِ لِمَيِّتٍ فِي مَسْجِدِهِ أَوْ بَيْتِهِ.
Tradisi yang berlaku di sebagian negara dengan berkumpul di masjid untuk membaca Al-Quran dan dihadiahkan kepada orang orang yang telah meninggal, begitu pula perkumpulan di rumah ruah maupun perkumpulan lainnya yang tidak ada dalam syariat, dak diragukan lagi apabila perkumpulan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, hukumnya adalah boleh. Sebab pada dasarnya perkumpulan tidak sendiri tidak diharamkan, apalagi dilakukan untuk ibadah seperti membaca Al-Quran dan sebagainya. Dan tidaklah dilarang menjadikan bacaan Al-Quran itu untuk orang yang meninggal. Sebab mambaca Al-Quran secara berjamaah ada dasarnya seperti dalam hadist “bacalah Yasin pada orang orang yang meninggal” ini adalah hadist shahih. Dan tidak ada bedanya antara membaca Yasin berjamaah di depan mayit atau di kuburnya, membaca seluruh Al-Quran atau sebagiannya untuk mayit, di masjid atau di rumahnya. (Ar-Rasail Al-salafiah, Syaikh Ali bin Muhammad As-Syaukani, 46, (ulama besar Yaman yang ahli fiqh, hadist, dan tafsir).
Untuk membedah hukum tahlilan, kita harus tahu apa saja urutan yang ada dalam konsep tahlilan, sehingga jika kita sudah tahu apa saja urutannya, kita akan lebih mudah untuk menggali hukumnya.
Dalil Dzikir Bersama
Perlu kita ketahui, tahlilan bisa dilakukan sendiri dan bersama sama (berjamaah), hal tersebut diperkuat dengan landasan berikut ini:
عَنْ شَدَّادِ بْن أَوْسٍ قَالَ اِنَّا لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِذْ قَالَ هَلْ فِيْكٌمْ غَرِيْبٌ يَعْنِي أَهْلَ الْكِتَابَ قُلْنَا لَا يَا رَسُوْلَ اللهِ فَأَمَرَ بِغَلْقِ الْبَابِ وَقَالَ ارْفَعُوْا أَيْدِيَكُمْ وَقُوْلُوْا لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَدَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُلِهَِِا اَللَّهُمَّ بَعَثْتَنِي بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِي بِهَا وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهَا الْجَنَّةَ وَاِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ثُمَّ قَالَ أَبْشِرُوا فَاِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ. (رواه احمد والحاكم والطبراني والبزار).
Syaddad bin Aus berkata, “kami bersama Rasulallah Saw tiba tiba beliau berkata, “Apakah diantara kalian ada orang asing (ahli kitab)?”, kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulallah”. Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “angkatlah tangan kalian, lalu katakan lailaha illallah!”, Kami mengangkat tangan beberapa saat, kemudian Rasulallah meletakkan tangannya, lalu bersabda, “Alhamdulillah, ya Allah sesungguhnya engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini engkau memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku surga karenanya, sesungghunya engkau tidak akan menyalahi janji. Kemudian beliau bersabda, “bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian”. (HR. Ahmad, Al-Hakim, At-Thabrani dan Al-Bazzar).
Dalam hadist tersebut kita bisa menemukai nilai yang terkadung yaitu ketika Nabi memerintahkan untuk mengangkat tangan dan mengucapkan lailahaillallah, yang mana mengandung nilai dzikir bersama.
Dalil Tawassul
Tawassul adalah mencari perantara (wasilah) untuk menuju Allah lewat orang orang yang dekat dengan Allah. Dalam kebiasaan masyarakat, tawasul sering dimulai kepada Nabi Saw, Ahlul Bait Nabi, Durriyah Nabi, Shahabat Nabi, para Nabi Nabi, lalu kepada Sultanul Auliya Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, wali kutubu, habaib habaib, wali wali Allah, Kyai Kyai, ulama ulama mashur lainnya, hingga akhir tawasul kepada orang orang (ahli kubur) sekitar, bisa guru ngaji yang sudah wafat, orang tua dan lainnya.
Selain dari tawasul kepada itu semua, biasanya dikalangan masyrakat tawasul sendiri dikhususkan kepada ahli kubur yang termaksud, seperti contoh orang yang sedang di tahlili. Hal demikian dimaksudkan tahlilan tersebut di khususkan buat ahli kubur yang di maksud, dan tetap melewati perantara (wasilah) kepada Para Nabi dan seterusnya seperti di paragraf atas tadi.
Tawasul sendiri mempunya landasan yang kuat, sebagaimana dalil berikut ini:
اللهُ الَّذِيْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَايَمُوْتٌ اغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ فَاِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ. (رواه الطبراني).
Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Hidup Dan Tidak Mayi. Ampunilah Ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah ia pada hujjah-nya, luaskan kuburnya dengan kebenaran Nabi-Mu dan para Nabi Sebelumku, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang. (HR. Ath-Thabrani).
Dalil tersebut mempunya nilai yaitu berdoa (memohon kepada Allah) dengan wasilah (perantara) kebenaran Nabi Allah dan para Nabi sebelumnya.
Bahkan dalam hadist lain disebutkan lebih jelas gambaran tawasul, sebagaimana berikut ini:
أَنَّ رَجُلًا ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يُعَافِيَنِي قَالَ اِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَاِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ فَادْعُهْ قَالَ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوْءَهُ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ اَللَّهُمَّ اِنِّي أَسْاَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِ الرَّحْمَةِ اِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ اِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَ لِيَ اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ. (رواه الحاكم والترمذي والبيهقي والطبراني)
Sesungguhnya seorang lelaki yang buta mata mendatangi Nabi Saw lalu berkata, “doakanlah kepada Allah agar menyembuhkan aku”. Nabi bersabda, “apabila kamu mau, aku akan berdoa, dan jika kamu mau, bersabarlah, itu lebih baik untukmu”. Ia berkata, “berdoalah!”, rawi berkata “Lalu Nabi menyuruhnya mengambil wudlu dan memperbaiki wudlunya dan menyuruh berdo’a dengan doa ini, “ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan bertawajuh kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu, Muhammad, Nabi yang membawa rahmat. Sesungguhnya aku bertawajuh dengan perantara engkau kepada Tuhanku dalam kebutuhanku ini, agar supaya aku dipenuhi. YA Allah, jadikan ia sebagai pemberi syafaat bagiku”. (HR. Al-Hakim, At-Tirmidzi, Al-Baihaqi dan Ath-Tabrani).
Melihat gambaran dalil tersebut, jelaslah sudah fungsi tawasul sebagai wasilah atau perantara untuk sebuah tujuan kepada Allah, hal demikian tidak mengingkari jika berdoa langsung kepada Allah (tanpa tawasul), hanya saja, tawasul memang salah satu cara untuk sebuah tujuan atau doa kepada Allah.
Tawasul dapat digambarkan seperti halnya kita ingin mengirim surat kepada seseorang yang jauh, dan tidak mungkin surat itu kita hantarkan sendiri, karena jika di antarkan sendiri istilahnya bukanlah surat, bisa langsung ngomong saja, namun jika hal itu surat, pasti kita membutuhkan bantuan seorang pos surat untuk menghantarkan surat kita tersebut, karena pos suratlah yang tau jalurnya, dan tau alamatnya selain itu pos surat adalah orang yang memang bisa kami butuhkan bantuannya untuk menyampaikan surat.
Dalil Kirim Bacaan Qur’an Kepada Mayit
Setelah bertawasul, kemudian dilanjutkan dengan membaca umul qur’an (surat al-fatihah), surat yasin, al-ikhlas, al-falaq, an-nas, awal surat al-baqarah, ayat kursi, akhir surat al-baqarah. Semua itu adalah bacaan bacaan pilihan yang diambilkan di Al-Qur’an yang mana memiliki landasan hadist, dengan adanya hadist, terbukti bahwa bacaan bacaan pilihan itu memiliki nilai pahala yang besar, karena memiliki landasan hadist khusus yang memberikan nilai akan keagungan dan manfaat bacaan tersebut.
Dengan melihat besarnya, agungnya serta manfaatnya itulah, dari sejarah bacaan bacaan itu dijadikan bacaan yang pahalanya dikhususkan kepada ahli kubur yang di tahlili.
Dalil Sampainya pahala bacaan Qur’an ke Mayit
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّامَاسَعَى فَاِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَا تَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَاِحْسَانِهِ. (الفقه الوضح).
Mengadiahkan pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat “wa an laisa lil insani illa ma sa’a” karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasih dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya. (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz 1, Hal 449, Dr. Muhammad Bakar Ismail, Mesir).
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْاِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ اِكْتَسَبَ الْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ الْأَوْلَادَ وَنَكَحَ الْأَزْوَاجَ وَأَسْدَى الْخَيْرَ وَتَوَدَّدَ اِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ الْعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ. (الروح)
Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta mencintai sesama. Maka, semua teman te,an, keturunan, dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri. (Abi Al-Wafa’ Ibnu Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali, 431-531, Ar-Ruh, Hal 145)
وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى فَهُوَ مُقَيَّدٌ بِمَا اِذَا لَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنَى الْاَيَةِ أَنَّهُ لَيْسَ يَنْفَعُ الْاِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ اِلَّا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَهُ فَاِنَّهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ. (حكم الشريعة الاسلامية في مأتم الأربعين).
Friman Allah “wa an laisa lil insani illa ma sa’a” perlu diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada si mayit. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut. (Syaikh hasanain Muhammad Makhluf, Mesir, Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyyah Fi Ma’tam Al-Arbain, 23-24).
Dalil Membaca Al-Fatihah Untuk Mayit
اِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلَاتَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ اِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقَرَةِ فِيْ قَبْرِهِ.(رواه الطبراني والبيهقي).
Ketika salah satu kalian mati, janganlah kalian menahannya dan segeralah menguburnya, dan bacakan di kepalanya permulaan Al-Qur’an dan di kakinya penutup surat Al-Baqarah di kuburnya. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).
Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Mayit
اقْرَءُوْا يَسۤ عَلَى مَوْتَاكُمْ. (رواه ابن ماجه وأبو داود).
Bacakan surat Yasin terhadap orang-orang mati kalian. (HR. Ibn Majah dan Abu Dawud).
عَنْ مُعَقَّلِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ وَيَسۤ قَلْبُ الْقُرْأَنِ لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ الْاَخِرَةَ اِلَّا غُفِرَ لَهُ وَاقْرَءُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ. (رواه النسائي)
Dari muaqqal bin Yasar sesungguhnya Rasulallah Saw bersabda, “surat Yasin adalah jantung Al-Qur’an, tidaklah seseorang yang membacanya semata mata karena Allah dan mengharapkan kampung akhirat, kecuali ia diampuni, dan bacalah ia untuk orang orang mati kalian. (HR. An-Nasai),(Ahmad bin Syuaib Abu Abdirrahman An-Nasai, sunan An-Nasai Al-Kubra).
Dalil Membaca Surat Al-Fatihah, Al-Iklhas, Al-Falaq, An-Nas
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ وَ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ اِنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَاَِمِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ اِلَى اللهِ تَعَالَى.
Dari Abu Hurairah ra Rasulallah Saw bersabda “Barang siapa masuk ke pemakaman, kemudian dia membaca surat Al-Fatihah, al-Ikhlas, dan At-Takatsur, lalu ia berdo’a “sungguh ku jadikan pahala membaca kalam-Mu untuk ahli kubur dari kaum mukminin dan mukminat, maka mereka (ahli kubur akan menjadi penolongnya di hadapan Allah Ta’ala”.
Dalil Membaca Istigfar Untuk Mayit
اِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ أَنَّي هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ.
Sesungguhnya seseorang akan di angkat derajatnya di surga, lalu orang tersebut akan bertanya, “bagaimana ini bisa terjadi?” lalu dijawab “karena anakmu telah memohonkan ampun (kirim pahala istigfar) untukmu”. (HR. Ibnu Majah Nomor 3650).
Dalil Pahala Sedekah Untuk Mayit
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوْصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ. (رَوَاهُ مُسْلِمْ)
Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi Saw, sesungguhnya ayahku mati meninggalkan harta dan tidak berwasiat. Apakah dapat menghapus dosanya mana kala aku bersedekah untuknya? Nabi bersabda, Ya. (HR. Muslim).
أَنَّ رَجُلًا أَتَي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفْلَهَا أَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ. (رواه مسلم).
Sesungguhnya seseorang datang kepada Nabi Saw lalu berkata, “Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku mati mendadak dan tidak sempat berwasiat, dan aku kira seandainya ia sempat bicara ia akan bersedekah, apakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?” Beliau menjawab, “Ya”. (HR. Muslim).
شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحَّ مِنْ أُمَّتِيْ. (رواه أبو داود والترمذي وأحمد والبيهقي والطبراني).
Bersama Rasulallah Saw, aku pernah menghadiri hari raya kurban di suatu mushalla, setelah menyelesaikan khutbahnya, beliau turun dari mimbar dan diserahi seekor kambing kurban, lalu Rasulallah Saw menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri dan bersabda “bismillahi, wallahuakbar, ini adalah kurban dariku dan orang-orang yang belum berkorban dari umatku”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani).
اِذَا مَاتَ الْاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ اِلَّا صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak shalih yang selalu mendoakannya. (HR. Muslim No 2084, Tirmidzi No 1297, Abu Daud No 2494, Nasai No 2591).
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَي وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي اِمَامٍ مُبِيْنٍ.
Sesugguhnya Kmai menghidupkan orang-orang (walaupun sudah) mati dan Kami (tetap) menuliskan apa (pahala) yang mereka kerjakan (atau usahakan semasa hidupnya) dan bekas bekas (amal usaha) yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauh mahfuzh). (QS. Yasin Ayat 12).
وَالَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ.
Dan orang orang yang beriman (yang sudah meninggal), dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan (yang masih hidup), kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (melalui kiriman pahala kebaikan), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. At-Tur Ayat 21).
Dalil Selamatan 7 Dan 40 Hari Kematian
قَالَ طَاوُسُ اِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ الْاَيَّامَ وَعَنْ عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرِ قَالَ يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُفْتَنُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.
Tahwus berkata, sesungguhnya orang mati itu mendapatkan fitnah di dalam kubur mereka selama tujuh (hari), maka mereka dianjurkan bersedekah untuk mereka pada hari itu. Dan dari Ubaid Ibn Umair berkata, dua orang akan mendapatkan fitnah, yakni orang mukmin dan orang munafiq. Adapun orang mukmin mendapat fitnah selama tujuh hari, sedangkan orang munafiq mendapat fitnah selama empat puluh pagi. (Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaludin As-Suyuti, Ad-Dar Al-Mantsur Fi Ta’wil bil Ma’tsur).
Dalil Orang Mati Bisa Memberi Manfaat Kepada Orang Hidup
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ فَاِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوْا بِهِ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا اَللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَاَا هَدَيْتَنَا. (رواه أحمد)
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya amal kalian akan diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal, apabila baik maka mereka merasa gembira karenanya, dan bila tidak demikian maka mereka berdo’a, “ya Allah janganlah Engkau matikan mereka sehingga Engkau tunjukkan mereka seperti Engkau menunjukkan kami”. (HR. Ahmad)
Tahlilan memiliki banyak pandangan di kalangan masyarakat, ada yang berpendapat tahlilan adalah kirim bacaan qur’an kepada mayit, ada yang berpendapat selamatan 3, 7, 40, 100 hari kematian, ada yang berpendapat tahlilan sebuah yasinan kematian, dan masih banyak lagi lainnya.
Perlu kita ketahui, tahlilan adalah konsep dari berbagai pendapat yang seperti di sebutkan di paragraf pertama tadi, jadi tahlilan hanya penyebutan dari konsep yang di dalamnya berisi urutan urutan mulai dari kirim bacaan qur’an, sedekah, dll, yang di khususkan kepada almarhum amarhumah sesuai dengan landasan dalil dalil, penyebutan nama menjadi tahlilan karena urutan bacaan yang paling banyak dibaca dan kalimat yang paling agung adalah kalimat tahlil (lailaha ilallah).
اَلْعَادَةُ الْجَارِيَةُ فِي بَعْضِ الْبُلْدَانِ مِنَ الْاِجْتِمَاعِ فِي الْمَسْجِدِ لِتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ عَلَى الْأَمْوَاتِ وَكَذَلِكَ فِي الْبُيُوْتِ وَسَائِرِ الْاِجْتِمَاعَاتِ الَّتِي لَمْ تَرِدْ فِي الشَّرِيْعَةِ لَا شَكَّ اِنْ كَانَتْ خَالِيَةُ عَنْ مَعْصِيَةٍ سَالِمَةً مِنَ الْمُنْكَرَاتش فَهِيَ جَائِزَةٌ لِأَنَّ الْاِجْتِمَاعَ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ بِنَفْسِهِ لَا سِيَّمَا اِذَا كَانَ لِتَحْصِيْلِ طَاعَةٍ كَالتِّلَاوَةِ وَنَحْوِهَا وَلَا يُقْدَحُ فِي ذَلِكَ كَوْنُ تِلْكَ التِّلَاوَةِ مَجْعُوْلَةً لِلْمَيِّتِ فَقَدْ وَرَدَ جِنْسُ التِّلَاوَةِ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْمُجْتَمِعِيْنَ كَاَل فِي حَدِيْثِ اِقْرَأُوْا يَسۤ عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ تِلَاوَةِ يَسۤ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيْتِ اَوْ عَلَى قَبْرِهِ وَبَيْنَ تِلَاوَةِ جَمِيْعِ الْقُرْاَنِ أَوْ بَعْضِهِ لِمَيِّتٍ فِي مَسْجِدِهِ أَوْ بَيْتِهِ.
Tradisi yang berlaku di sebagian negara dengan berkumpul di masjid untuk membaca Al-Quran dan dihadiahkan kepada orang orang yang telah meninggal, begitu pula perkumpulan di rumah ruah maupun perkumpulan lainnya yang tidak ada dalam syariat, dak diragukan lagi apabila perkumpulan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, hukumnya adalah boleh. Sebab pada dasarnya perkumpulan tidak sendiri tidak diharamkan, apalagi dilakukan untuk ibadah seperti membaca Al-Quran dan sebagainya. Dan tidaklah dilarang menjadikan bacaan Al-Quran itu untuk orang yang meninggal. Sebab mambaca Al-Quran secara berjamaah ada dasarnya seperti dalam hadist “bacalah Yasin pada orang orang yang meninggal” ini adalah hadist shahih. Dan tidak ada bedanya antara membaca Yasin berjamaah di depan mayit atau di kuburnya, membaca seluruh Al-Quran atau sebagiannya untuk mayit, di masjid atau di rumahnya. (Ar-Rasail Al-salafiah, Syaikh Ali bin Muhammad As-Syaukani, 46, (ulama besar Yaman yang ahli fiqh, hadist, dan tafsir).
Untuk membedah hukum tahlilan, kita harus tahu apa saja urutan yang ada dalam konsep tahlilan, sehingga jika kita sudah tahu apa saja urutannya, kita akan lebih mudah untuk menggali hukumnya.
Dalil Dzikir Bersama
Perlu kita ketahui, tahlilan bisa dilakukan sendiri dan bersama sama (berjamaah), hal tersebut diperkuat dengan landasan berikut ini:
عَنْ شَدَّادِ بْن أَوْسٍ قَالَ اِنَّا لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِذْ قَالَ هَلْ فِيْكٌمْ غَرِيْبٌ يَعْنِي أَهْلَ الْكِتَابَ قُلْنَا لَا يَا رَسُوْلَ اللهِ فَأَمَرَ بِغَلْقِ الْبَابِ وَقَالَ ارْفَعُوْا أَيْدِيَكُمْ وَقُوْلُوْا لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَدَهُ ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُلِهَِِا اَللَّهُمَّ بَعَثْتَنِي بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِي بِهَا وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهَا الْجَنَّةَ وَاِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ ثُمَّ قَالَ أَبْشِرُوا فَاِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ. (رواه احمد والحاكم والطبراني والبزار).
Syaddad bin Aus berkata, “kami bersama Rasulallah Saw tiba tiba beliau berkata, “Apakah diantara kalian ada orang asing (ahli kitab)?”, kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulallah”. Lalu beliau memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “angkatlah tangan kalian, lalu katakan lailaha illallah!”, Kami mengangkat tangan beberapa saat, kemudian Rasulallah meletakkan tangannya, lalu bersabda, “Alhamdulillah, ya Allah sesungguhnya engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini engkau memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku surga karenanya, sesungghunya engkau tidak akan menyalahi janji. Kemudian beliau bersabda, “bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian”. (HR. Ahmad, Al-Hakim, At-Thabrani dan Al-Bazzar).
Dalam hadist tersebut kita bisa menemukai nilai yang terkadung yaitu ketika Nabi memerintahkan untuk mengangkat tangan dan mengucapkan lailahaillallah, yang mana mengandung nilai dzikir bersama.
Dalil Tawassul
Tawassul adalah mencari perantara (wasilah) untuk menuju Allah lewat orang orang yang dekat dengan Allah. Dalam kebiasaan masyarakat, tawasul sering dimulai kepada Nabi Saw, Ahlul Bait Nabi, Durriyah Nabi, Shahabat Nabi, para Nabi Nabi, lalu kepada Sultanul Auliya Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, wali kutubu, habaib habaib, wali wali Allah, Kyai Kyai, ulama ulama mashur lainnya, hingga akhir tawasul kepada orang orang (ahli kubur) sekitar, bisa guru ngaji yang sudah wafat, orang tua dan lainnya.
Selain dari tawasul kepada itu semua, biasanya dikalangan masyrakat tawasul sendiri dikhususkan kepada ahli kubur yang termaksud, seperti contoh orang yang sedang di tahlili. Hal demikian dimaksudkan tahlilan tersebut di khususkan buat ahli kubur yang di maksud, dan tetap melewati perantara (wasilah) kepada Para Nabi dan seterusnya seperti di paragraf atas tadi.
Tawasul sendiri mempunya landasan yang kuat, sebagaimana dalil berikut ini:
اللهُ الَّذِيْ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لَايَمُوْتٌ اغْفِرْ لِأُمِّيْ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِيْ فَاِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ. (رواه الطبراني).
Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Hidup Dan Tidak Mayi. Ampunilah Ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah ia pada hujjah-nya, luaskan kuburnya dengan kebenaran Nabi-Mu dan para Nabi Sebelumku, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang. (HR. Ath-Thabrani).
Dalil tersebut mempunya nilai yaitu berdoa (memohon kepada Allah) dengan wasilah (perantara) kebenaran Nabi Allah dan para Nabi sebelumnya.
Bahkan dalam hadist lain disebutkan lebih jelas gambaran tawasul, sebagaimana berikut ini:
أَنَّ رَجُلًا ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يُعَافِيَنِي قَالَ اِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ وَاِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ قَالَ فَادْعُهْ قَالَ فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوْءَهُ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ اَللَّهُمَّ اِنِّي أَسْاَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِ الرَّحْمَةِ اِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ اِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَ لِيَ اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ. (رواه الحاكم والترمذي والبيهقي والطبراني)
Sesungguhnya seorang lelaki yang buta mata mendatangi Nabi Saw lalu berkata, “doakanlah kepada Allah agar menyembuhkan aku”. Nabi bersabda, “apabila kamu mau, aku akan berdoa, dan jika kamu mau, bersabarlah, itu lebih baik untukmu”. Ia berkata, “berdoalah!”, rawi berkata “Lalu Nabi menyuruhnya mengambil wudlu dan memperbaiki wudlunya dan menyuruh berdo’a dengan doa ini, “ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan bertawajuh kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu, Muhammad, Nabi yang membawa rahmat. Sesungguhnya aku bertawajuh dengan perantara engkau kepada Tuhanku dalam kebutuhanku ini, agar supaya aku dipenuhi. YA Allah, jadikan ia sebagai pemberi syafaat bagiku”. (HR. Al-Hakim, At-Tirmidzi, Al-Baihaqi dan Ath-Tabrani).
Melihat gambaran dalil tersebut, jelaslah sudah fungsi tawasul sebagai wasilah atau perantara untuk sebuah tujuan kepada Allah, hal demikian tidak mengingkari jika berdoa langsung kepada Allah (tanpa tawasul), hanya saja, tawasul memang salah satu cara untuk sebuah tujuan atau doa kepada Allah.
Tawasul dapat digambarkan seperti halnya kita ingin mengirim surat kepada seseorang yang jauh, dan tidak mungkin surat itu kita hantarkan sendiri, karena jika di antarkan sendiri istilahnya bukanlah surat, bisa langsung ngomong saja, namun jika hal itu surat, pasti kita membutuhkan bantuan seorang pos surat untuk menghantarkan surat kita tersebut, karena pos suratlah yang tau jalurnya, dan tau alamatnya selain itu pos surat adalah orang yang memang bisa kami butuhkan bantuannya untuk menyampaikan surat.
Dalil Kirim Bacaan Qur’an Kepada Mayit
Setelah bertawasul, kemudian dilanjutkan dengan membaca umul qur’an (surat al-fatihah), surat yasin, al-ikhlas, al-falaq, an-nas, awal surat al-baqarah, ayat kursi, akhir surat al-baqarah. Semua itu adalah bacaan bacaan pilihan yang diambilkan di Al-Qur’an yang mana memiliki landasan hadist, dengan adanya hadist, terbukti bahwa bacaan bacaan pilihan itu memiliki nilai pahala yang besar, karena memiliki landasan hadist khusus yang memberikan nilai akan keagungan dan manfaat bacaan tersebut.
Dengan melihat besarnya, agungnya serta manfaatnya itulah, dari sejarah bacaan bacaan itu dijadikan bacaan yang pahalanya dikhususkan kepada ahli kubur yang di tahlili.
Dalil Sampainya pahala bacaan Qur’an ke Mayit
وَلَا يَتَنَافَى هَذَا مَعَ قَوْلِهِ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ النَّجْمِ وَأَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّامَاسَعَى فَاِنَّ هَذَا التَّطَوُّعَ يُعَدُّ مِنْ قَبِيْلِ سَعْيِهِ فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ بَارًا بِهِمْ فِى حَيَاتِهِ مَا تَرَحَّمُوْا عَلَيْهَ وَلَا تَطَوَّعُوْا مِنْ أَجْلِهِ فَهُوَ فِى الْحَقِيْقَةِ ثَمْرَةٌ مِنْ ثِمَارِ بِرِّهِ وَاِحْسَانِهِ. (الفقه الوضح).
Mengadiahkan pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat “wa an laisa lil insani illa ma sa’a” karena pada hakikatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasih dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya. (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz 1, Hal 449, Dr. Muhammad Bakar Ismail, Mesir).
اَلْجَوَابُ الْجَيِّدُ عِنْدِيْ أَنْ يُقَالَ أَلْاِنْسَانُ بِسَعْيِهِ وَحُسْنِ عُشْرَتِهِ اِكْتَسَبَ الْأَصْدِقَاءَ وَأَوْلَدَ الْأَوْلَادَ وَنَكَحَ الْأَزْوَاجَ وَأَسْدَى الْخَيْرَ وَتَوَدَّدَ اِلَى النَّاسِ فَتَرَحَّمُوْا عَلَيْهِ وَأَهْدَوْا لَهُ الْعِبَادَاتِ وَكَانَ ذَلِكَ أَثَرُسَعْيِهِ. (الروح)
Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta mencintai sesama. Maka, semua teman te,an, keturunan, dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri. (Abi Al-Wafa’ Ibnu Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali, 431-531, Ar-Ruh, Hal 145)
وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعَى فَهُوَ مُقَيَّدٌ بِمَا اِذَا لَمْ يَهَبِ الْعَامِلُ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ وَمَعْنَى الْاَيَةِ أَنَّهُ لَيْسَ يَنْفَعُ الْاِنْسَانَ فِي الْأَخِرَةِ اِلَّا مَا عَمِلَهُ فِي الدُّنْيَا مَالَمْ يَعْمَلْ لَهُ غَيْرُهُ عَمَلًا وَيَهَبَهُ لَهُ فَاِنَّهُ يَنْفَعُهُ كَذَلِكَ. (حكم الشريعة الاسلامية في مأتم الأربعين).
Friman Allah “wa an laisa lil insani illa ma sa’a” perlu diberi batasan, yaitu jika orang yang melakukan perbuatan baik itu tidak menghadiahkan pahalanya kepada orang lain. Maksud ayat tersebut adalah bahwa amal seseorang tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali pekerjaan yang telah dilakukan di dunia bila tidak ada orang lain yang menghadiahkan amalnya kepada si mayit. Apabila ada orang yang mengirimkan ibadah kepadanya, maka pahala amal itu akan sampai kepada orang yang meninggal dunia tersebut. (Syaikh hasanain Muhammad Makhluf, Mesir, Hukm Al-Syari’ah Al-Islamiyyah Fi Ma’tam Al-Arbain, 23-24).
Dalil Membaca Al-Fatihah Untuk Mayit
اِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلَاتَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ اِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقَرَةِ فِيْ قَبْرِهِ.(رواه الطبراني والبيهقي).
Ketika salah satu kalian mati, janganlah kalian menahannya dan segeralah menguburnya, dan bacakan di kepalanya permulaan Al-Qur’an dan di kakinya penutup surat Al-Baqarah di kuburnya. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi).
Dalil Membaca Surat Yasin Untuk Mayit
اقْرَءُوْا يَسۤ عَلَى مَوْتَاكُمْ. (رواه ابن ماجه وأبو داود).
Bacakan surat Yasin terhadap orang-orang mati kalian. (HR. Ibn Majah dan Abu Dawud).
عَنْ مُعَقَّلِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ وَيَسۤ قَلْبُ الْقُرْأَنِ لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَالدَّارَ الْاَخِرَةَ اِلَّا غُفِرَ لَهُ وَاقْرَءُوْهَا عَلَى مَوْتَاكُمْ. (رواه النسائي)
Dari muaqqal bin Yasar sesungguhnya Rasulallah Saw bersabda, “surat Yasin adalah jantung Al-Qur’an, tidaklah seseorang yang membacanya semata mata karena Allah dan mengharapkan kampung akhirat, kecuali ia diampuni, dan bacalah ia untuk orang orang mati kalian. (HR. An-Nasai),(Ahmad bin Syuaib Abu Abdirrahman An-Nasai, sunan An-Nasai Al-Kubra).
Dalil Membaca Surat Al-Fatihah, Al-Iklhas, Al-Falaq, An-Nas
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ وَ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ اِنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَاَِمِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ اِلَى اللهِ تَعَالَى.
Dari Abu Hurairah ra Rasulallah Saw bersabda “Barang siapa masuk ke pemakaman, kemudian dia membaca surat Al-Fatihah, al-Ikhlas, dan At-Takatsur, lalu ia berdo’a “sungguh ku jadikan pahala membaca kalam-Mu untuk ahli kubur dari kaum mukminin dan mukminat, maka mereka (ahli kubur akan menjadi penolongnya di hadapan Allah Ta’ala”.
Dalil Membaca Istigfar Untuk Mayit
اِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ أَنَّي هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ.
Sesungguhnya seseorang akan di angkat derajatnya di surga, lalu orang tersebut akan bertanya, “bagaimana ini bisa terjadi?” lalu dijawab “karena anakmu telah memohonkan ampun (kirim pahala istigfar) untukmu”. (HR. Ibnu Majah Nomor 3650).
Dalil Pahala Sedekah Untuk Mayit
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوْصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ. (رَوَاهُ مُسْلِمْ)
Sesungguhnya seorang berkata kepada Nabi Saw, sesungguhnya ayahku mati meninggalkan harta dan tidak berwasiat. Apakah dapat menghapus dosanya mana kala aku bersedekah untuknya? Nabi bersabda, Ya. (HR. Muslim).
أَنَّ رَجُلًا أَتَي النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنَّ افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفْلَهَا أَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ. (رواه مسلم).
Sesungguhnya seseorang datang kepada Nabi Saw lalu berkata, “Ya Rasulallah, sesungguhnya ibuku mati mendadak dan tidak sempat berwasiat, dan aku kira seandainya ia sempat bicara ia akan bersedekah, apakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?” Beliau menjawab, “Ya”. (HR. Muslim).
شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحَّ مِنْ أُمَّتِيْ. (رواه أبو داود والترمذي وأحمد والبيهقي والطبراني).
Bersama Rasulallah Saw, aku pernah menghadiri hari raya kurban di suatu mushalla, setelah menyelesaikan khutbahnya, beliau turun dari mimbar dan diserahi seekor kambing kurban, lalu Rasulallah Saw menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri dan bersabda “bismillahi, wallahuakbar, ini adalah kurban dariku dan orang-orang yang belum berkorban dari umatku”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani).
اِذَا مَاتَ الْاِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ اِلَّا صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak shalih yang selalu mendoakannya. (HR. Muslim No 2084, Tirmidzi No 1297, Abu Daud No 2494, Nasai No 2591).
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَي وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاَثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي اِمَامٍ مُبِيْنٍ.
Sesugguhnya Kmai menghidupkan orang-orang (walaupun sudah) mati dan Kami (tetap) menuliskan apa (pahala) yang mereka kerjakan (atau usahakan semasa hidupnya) dan bekas bekas (amal usaha) yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauh mahfuzh). (QS. Yasin Ayat 12).
وَالَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ بِاِيْمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ.
Dan orang orang yang beriman (yang sudah meninggal), dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan (yang masih hidup), kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (melalui kiriman pahala kebaikan), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. At-Tur Ayat 21).
Dalil Selamatan 7 Dan 40 Hari Kematian
قَالَ طَاوُسُ اِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ الْاَيَّامَ وَعَنْ عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرِ قَالَ يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُفْتَنُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.
Tahwus berkata, sesungguhnya orang mati itu mendapatkan fitnah di dalam kubur mereka selama tujuh (hari), maka mereka dianjurkan bersedekah untuk mereka pada hari itu. Dan dari Ubaid Ibn Umair berkata, dua orang akan mendapatkan fitnah, yakni orang mukmin dan orang munafiq. Adapun orang mukmin mendapat fitnah selama tujuh hari, sedangkan orang munafiq mendapat fitnah selama empat puluh pagi. (Abdurrahman bin Abi Bakr Jalaludin As-Suyuti, Ad-Dar Al-Mantsur Fi Ta’wil bil Ma’tsur).
Dalil Orang Mati Bisa Memberi Manfaat Kepada Orang Hidup
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ فَاِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوْا بِهِ وَاِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا اَللَّهُمَّ لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَاَا هَدَيْتَنَا. (رواه أحمد)
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya amal kalian akan diperlihatkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal, apabila baik maka mereka merasa gembira karenanya, dan bila tidak demikian maka mereka berdo’a, “ya Allah janganlah Engkau matikan mereka sehingga Engkau tunjukkan mereka seperti Engkau menunjukkan kami”. (HR. Ahmad)
