Dalil Melafadzkan Niat Sholat

Dalil Melafadzkan Niat Sholat

Niat merupakan salah satu rukun dalam berbagai ibadah, seperti contoh dalam sholat, bahkan sholat dianggap tidak sah jika rukun niat tidak dikerjakan, niat dalam sholat terjadi sebuah perselisihan, terutama dalam masalah pelafadan ataukan tidak usah di lafadkan (dalam hati).

Dalam kedua perselisihan diatas, pastinya sudah melewati batas kewajiban rukun yaitu berniat, hanya saja yang menjadi permasalahan niat tersebut di lafadkan atau cukup di dalam hati. Permasalah ini bukti bahwa hanya dalam titik ijtihad atau khilafiah pendapat ulama ulama saja, jadi kita hanya butuh pelurusan dan solusi untuk menyikapinya.

Pada hakikatnya, niat itu memang di hati, karena dalam niat itu mengandung unsur sebuah keimanan, hal tersebut dikuatkan banyak hadist, bahkan ulama pun sepakat bahwa kunci sebuah niat itu ada di hati.

Pembahasan kali ini bukan urusan tentang orang yang melafadzkan niat atau tidak itu tidak sah, karena keduanya sudah melewati batas wajibnya rukun niat, pembahasan kali ini kami akan menggali dasar dasar niat yang di lafadzkan tersebut, apakah benar mempunyai landasan, dan ada unsur lain, atau sebaliknya yang biasa di hujatkan oleh orang orang wahabi.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ اِنَّمَا الْأَ عْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئِ مَا نَوَا. (رواه البخاري).

Dari Umar bin Al-Khathathab ra, berkata, “Aku mendengar Rasulallah Saw bersabda, sesungguhnya setiap amal itu hanya (sah) dengan niat, dan bagi setiap orang adalah apa yang ia niati”. (HR. Bukhari).

قَالَ يَحْيَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّا. (رواه مسلم)

Yahya berkata, aku medengar Anas mengatakan, aku mendengar Nabi Saw mengucapkan, “aku penuhi panggilan-Mu (aku sengaja mengerjakan) umrah dan haji. (HR. Muslim).

Dengan landasan dalil niat di atas, pastinya antara kelompok yang melafadzkan niat atau tidak pasti sudah mengugurkan rukun punya niat dalam ibadahnya, termasuk yang kita bahas kali ini tentang sholat, dan tidak mungkin khusunya orang yang melafadzkan niat tidak punya niat untuk berniat, sedangkan niat untuk berniat (dalam ibadah) itu pasti otomatis di hati masing masing, termasuk dalam menyengajakan niat sholat (kepingin sholat) dalam hati, yang biasa di lakukan orang orang yang melafadzkan niat sholat.

Dalil Melafadzkan Niat Sholat


Jadi secara permasalah antara orang yang melafadzkan niat dan tidak melafadzkan mempunya persamaan dan perbedaan:

1. Antara yang melafadzkan dan tidak melafadzkan mempunya persamaan sudah mengugurkan (memenuhi) wajibnya niat di dalam hati, dengan keimanan terhadap dalil landasan tentang niat di atas tadi.

2. Mereka yang tidak melafadzkan niat, tidak punya kajian mendalam tentang pelafadzan niat, dan ini yang membedakan mereka dengan yang melafadzkan niat.

Dari kajian di atas, muncul pertanyaan Kenapa Mereka melafadzkan Niat?

Melafadzkan niat contoh dalam kasuk pelafadzan niat ini pembahsannya ada di bidang fiqih sholat, dan kajian kajiannya pasti banyak kita temukan di kita kitab ulama aswaja.

وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ الْقَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الْوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ.

Disunnahkan melafadzkan niat menjelang takbir (sholat) agar mulut dapat membantu (kekhusyuan) hati, agar terhindar dari gangguan hati dan karena menghindari dari perbedaan pendapat mewajibkan melafadzkan niat. (Nihayatul Muhtaj, Juz: 1, 437).

ويندب النطق بالمنوي قبل التكبير ليساعد اللسان القلب ولأنه ابد عن الوسواس.

Dan disunahkan melafadzkan apa yang diniatkan sebelum takbir untuk lisan, membantu hati dan itu juga berguna untuk menjauhkan keragu-raguan (was was). (Mughni Al-Muhtaj Juz 1 150).

Dan masih banyak lagi kutipan kutipan yang sejenis di kitab kitab ulama ulama lain tentang disunahkannya melafadzkan niat.

Kesimpulan:
1. Kitab kitab karya ulama terdahulu, pastinya ulama yang lebih dekat jarak masa hidupnya dengan masa Nabi Saw, dan kita ibarat meminum air di ceret pasti lebih baik dan sesuai kemampuan kita, kita pasti meminum pakai gelas. Dan begitulah kita ketika megamalkan sebuah ibadah khusunya di bidang fiqh.
2. Kita tidak mungkin belajar agama dan mengamalkannya (diluar batas ilmu kita) secara tektual, apalagi yang akhirnya menyalah nyalahkan ajaran ajaran yang sudah pernah di ajarkan ulama terdahulu.
3. Silahkan anda tidak usah melafadzkan niat ketika sholat, mungkin kekhususan anda sudah di level tinggi, sampai sampai menyalahkan orang yang melafadzkan niat, padahal mereka sendiri sedang melatih khusuk mereka dari godaan was was yang hadir ketika akan sholat.
4. Kita yang melafadzkan niat saja, tetap mengahadirkan niat di hati yang bersamaan dengan takbiratul ihrom, dan itu di ajarkan ulama ulama terdahulu.
5. Jadi melafadzkan niat tidak bisa di hujat sesat dan bid’ah, karena perkara itu di luar sholat (takbir dan salam). Fiqh mengaturnyapun untuk menyenpurnakan nilai niat.

Wallahualam.





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel